Hari ini Ibuku berulang tahun ke-56, tepat usainya tugas Beliau sebagai abdi negara. Kondisi Ibu saat ini sudah cukup sehat, Beliau sudah bisa berjalan tanpa bantuan kruk walaupun masih sedikit tertatih-tatih hasil dari optimisme Beliau untuk sembuh pasca kecelakaan fatal yang hampir saja merenggut Beliau.
Ibu, InsyaAllah tahun depan engkau akan memiliki cucu pertama, seperti yang sudah lama Ibu idam-idamkan selama ini. Ibu kasihmu padaku tak bisa kubayar dengan apapun. Perjuanganmu selama ini sungguh membuatku bangga kepadamu Ibu....
Ibu ku senantiasa berdoa agar Ibu selalu diberi kesehatan dan umur panjang oleh-Nya. Semoga tahun depan Ibu bisa menunaikan ibadah haji dengan lancar dan dalam keadaan sehat walafiat.
Happy Birthday Mom....
Pages
▼
Thursday, December 29, 2011
Monday, December 12, 2011
Rumah Impian
Sabtu, 10 Desember 2011 seperti biasanya hari libur bagi PNS pusat sepertiku. Sudah kurencanakan sebelumnya hari itu aku akan menengok rumah indenku di kawasan Jl. Ciater Raya Tangerang Selatan.
Pagi itu, aku tak langsung pergi ke Tangsel, melainkan aku pergi dulu ke Stasiun Gambir beli tiket KA Malabar Jurusan Bandung-Malang untuk tanggal 23 Desember 2011. Kebetulan rencananya pada tanggal 23 Desember aku masih di Bandung, jadi sekalian aja aku pesen tiket untuk menjenguk istriku di kampung. Lumayan kan ada cuti bersama Natal....
Usai dari Gambir langsung kugeber motorku ke Tangerang Selatan. 30 Km lebih kutempuh perjalanan menuju rumah impianku itu. Sekitar pukul 9 pagi, aku sudah sampai di kompleks perumahan itu. Betapa terkejutnya diriku, mendapati calon rumahku yang sudah berdiri hampir separo, padahal seminggu sebelumnya masih membuat pondasi. Tak lupa aku juga membawakan 10 bungkus rokok Jarum Super yang sengaja kubeli di indomaret untuk para tukang dan mandornya.
Di Lokasi calon rumahku itu yang kebetulan berada di posisi hook dengan tanah seluas 135 meter persegi plus sisi depan dan kanan rumah yang dikelilingi jalan kompleks perumahan yang lumayan lebar sekitar 7-8 m saat itu hanya kujumpai 2 tukang bernama si Agus dan si Rahmat. Tak lupa mereka kuberi rokok masing-masing satu bungkus. Sebelumnya memang aku dipesen oleh Bapakku agar aku setiap kali nengok pembangunan rumah agar membawa rokok buat para tukangnya agar mereka ngerjain rumahnya tidak asal-asalan.
Kupotret dari segala sisi rumahku yang sedang dibangun. Rencananya setiap rekam jejak pembangunan rumahku akan kuabadikan, biar kelak anak cucuku tahu gimana perjuangan ayah kakeknya tuk mempunyai sebuah rumah yang walaupun mungil tapi milik sendiri.
Membangun rumah sendiri jika dibandingkan dengan membeli rumah dari developer pasti banyak sekali perbedaannya. Aku sendiri melihat, bagaimana pembangunan pondasi rumah yang terlihat tidak begitu dalam, dan saat kutanyakan ke mandornya ternyata memang segitu standar dari pengembangnya. Kemudian batu batanya yang kecil-kecil serta besi tulangan untuk cor yang kecil-kecil yang membuatku semakin khawatir dengan kualitas rumah itu. Namun, yang sedikit membuat hatiku agak tenang, contoh beberapa rumah yang sudah jadi ternyata finishingnya nampak luar tidak begitu mengecewakan dan relatif rapi. Beberapa titik pondasi, tepatnya 9 titik yang kupesan untuk di pondasi cakar ayam untuk mengantisipasi rencana penambahan lantai bangunan rumahku pada masa mendatang. Aku juga sedikit ragu dengan kualitas pondasi cakar ayamnya seharga 450 ribu per titiknya, walaupun besinya sudah menggunakan ukuran 12mm. Berpikir positif sajalah, semoga pondasinya benar-benar kuat.
Kira-kira setengah jam lamanya aku berada di proyek perumahan itu. Aku kemudian menuju perumahan tetangga tepatnya di Serp*** Est*** untuk berkunjung di rumah temanku semasa kuliah.
*********
Perumahan dimana tempat tinggal teman kuliahku itu terletak kira-kira sekitar 1,5 km ke arah barat dari perumahanku. Perumahan ini mempunyai model yang kesemuanya rumah 2 lantai. Kebetulan temanku mengambil rumah 2 lantai dengan luas bangunan 75 meter persegi dan luas tanah 90 meter persegi. Ku lihat kualitas bangunannya bagus, setting ruang per ruangnya juga bagus. Ada dua kamar tidur, satu di lantai satu, dan satu lagi yang lebih luas dan dilengkapi kamar mandi dalam di lantai dua. Yang membuatku kurang sreg hanya lokasinya yang tidak di hook melainkan diapit rumah dengan tipe yang sama di kanan kirinya. Letak perumahannya yang nyempil masuk ke suatu gang dari jalan Ciater Raya juga membuatku kurang sreg. Menurutku walaupun perumahannya cukup mentereng kalau sudah mblesek ke suatu gang akan mengurangi gengsinya, he he....
Temanku itu juga menawariku untuk dikenalkan ke marketing perumahannya, kalau aku berminat mempunyai rumah di kawasan itu. Saat itu aku memang tidak memberitahunya jika aku sudah inden rumah di perumahan tetangga. Aku besok ingin membuat surprise kepadanya mengundang ke rumahku jika sudah jadi dan sudah ada isinya tentunya, he he...... (mau pamer ceritanya, hix...).
Sewaktu aku kecil kutak pernah bercita-cita untuk mempunyai rumah mungil di perumahan. Dulu aku selalu bercita-cita mempunyai rumah besar dengan halaman luas yang kudesain sendiri. Dulu aku sering sekali menggambar denah-denah rumah dengan berbagai model layaknya seorang arsitek. Aku yang dibesarkan di desa dengan rumah dan halaman yang luas dengan hamparan sawah menghijau luas, sekarang harus hidup di kota megapolitan dengan keterbatasan lahan yangh membuat harga tanah selangit dan kuhanya mampu membeli di pinggiran Jalarta dan itupun dengan harga yang sudah sangat merongrong tabunganku dan tidak terelakkan untuk pinjam uang ke Ibuku untuk melunasi uang mukanya yang hampir seratus juta,
Semoga rumah yang sudah menjadi pilihanku dan istriku itu akan membuat keluarga kami nyaman tinggal di dalamnya. Amin!
Pagi itu, aku tak langsung pergi ke Tangsel, melainkan aku pergi dulu ke Stasiun Gambir beli tiket KA Malabar Jurusan Bandung-Malang untuk tanggal 23 Desember 2011. Kebetulan rencananya pada tanggal 23 Desember aku masih di Bandung, jadi sekalian aja aku pesen tiket untuk menjenguk istriku di kampung. Lumayan kan ada cuti bersama Natal....
Usai dari Gambir langsung kugeber motorku ke Tangerang Selatan. 30 Km lebih kutempuh perjalanan menuju rumah impianku itu. Sekitar pukul 9 pagi, aku sudah sampai di kompleks perumahan itu. Betapa terkejutnya diriku, mendapati calon rumahku yang sudah berdiri hampir separo, padahal seminggu sebelumnya masih membuat pondasi. Tak lupa aku juga membawakan 10 bungkus rokok Jarum Super yang sengaja kubeli di indomaret untuk para tukang dan mandornya.
Di Lokasi calon rumahku itu yang kebetulan berada di posisi hook dengan tanah seluas 135 meter persegi plus sisi depan dan kanan rumah yang dikelilingi jalan kompleks perumahan yang lumayan lebar sekitar 7-8 m saat itu hanya kujumpai 2 tukang bernama si Agus dan si Rahmat. Tak lupa mereka kuberi rokok masing-masing satu bungkus. Sebelumnya memang aku dipesen oleh Bapakku agar aku setiap kali nengok pembangunan rumah agar membawa rokok buat para tukangnya agar mereka ngerjain rumahnya tidak asal-asalan.
Kupotret dari segala sisi rumahku yang sedang dibangun. Rencananya setiap rekam jejak pembangunan rumahku akan kuabadikan, biar kelak anak cucuku tahu gimana perjuangan ayah kakeknya tuk mempunyai sebuah rumah yang walaupun mungil tapi milik sendiri.
Membangun rumah sendiri jika dibandingkan dengan membeli rumah dari developer pasti banyak sekali perbedaannya. Aku sendiri melihat, bagaimana pembangunan pondasi rumah yang terlihat tidak begitu dalam, dan saat kutanyakan ke mandornya ternyata memang segitu standar dari pengembangnya. Kemudian batu batanya yang kecil-kecil serta besi tulangan untuk cor yang kecil-kecil yang membuatku semakin khawatir dengan kualitas rumah itu. Namun, yang sedikit membuat hatiku agak tenang, contoh beberapa rumah yang sudah jadi ternyata finishingnya nampak luar tidak begitu mengecewakan dan relatif rapi. Beberapa titik pondasi, tepatnya 9 titik yang kupesan untuk di pondasi cakar ayam untuk mengantisipasi rencana penambahan lantai bangunan rumahku pada masa mendatang. Aku juga sedikit ragu dengan kualitas pondasi cakar ayamnya seharga 450 ribu per titiknya, walaupun besinya sudah menggunakan ukuran 12mm. Berpikir positif sajalah, semoga pondasinya benar-benar kuat.
Kira-kira setengah jam lamanya aku berada di proyek perumahan itu. Aku kemudian menuju perumahan tetangga tepatnya di Serp*** Est*** untuk berkunjung di rumah temanku semasa kuliah.
*********
Perumahan dimana tempat tinggal teman kuliahku itu terletak kira-kira sekitar 1,5 km ke arah barat dari perumahanku. Perumahan ini mempunyai model yang kesemuanya rumah 2 lantai. Kebetulan temanku mengambil rumah 2 lantai dengan luas bangunan 75 meter persegi dan luas tanah 90 meter persegi. Ku lihat kualitas bangunannya bagus, setting ruang per ruangnya juga bagus. Ada dua kamar tidur, satu di lantai satu, dan satu lagi yang lebih luas dan dilengkapi kamar mandi dalam di lantai dua. Yang membuatku kurang sreg hanya lokasinya yang tidak di hook melainkan diapit rumah dengan tipe yang sama di kanan kirinya. Letak perumahannya yang nyempil masuk ke suatu gang dari jalan Ciater Raya juga membuatku kurang sreg. Menurutku walaupun perumahannya cukup mentereng kalau sudah mblesek ke suatu gang akan mengurangi gengsinya, he he....
Temanku itu juga menawariku untuk dikenalkan ke marketing perumahannya, kalau aku berminat mempunyai rumah di kawasan itu. Saat itu aku memang tidak memberitahunya jika aku sudah inden rumah di perumahan tetangga. Aku besok ingin membuat surprise kepadanya mengundang ke rumahku jika sudah jadi dan sudah ada isinya tentunya, he he...... (mau pamer ceritanya, hix...).
Sewaktu aku kecil kutak pernah bercita-cita untuk mempunyai rumah mungil di perumahan. Dulu aku selalu bercita-cita mempunyai rumah besar dengan halaman luas yang kudesain sendiri. Dulu aku sering sekali menggambar denah-denah rumah dengan berbagai model layaknya seorang arsitek. Aku yang dibesarkan di desa dengan rumah dan halaman yang luas dengan hamparan sawah menghijau luas, sekarang harus hidup di kota megapolitan dengan keterbatasan lahan yangh membuat harga tanah selangit dan kuhanya mampu membeli di pinggiran Jalarta dan itupun dengan harga yang sudah sangat merongrong tabunganku dan tidak terelakkan untuk pinjam uang ke Ibuku untuk melunasi uang mukanya yang hampir seratus juta,
Semoga rumah yang sudah menjadi pilihanku dan istriku itu akan membuat keluarga kami nyaman tinggal di dalamnya. Amin!
Wednesday, December 7, 2011
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2011
Saat kubuka website Lembaga Transparency International siang tadi, aku sedikit mendapat surprise, ternyata Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2011 Negara-negara di Dunia telah dilansir awal Desember 2011. Indonesia mengalami sedikit kemajuan dalam hal ini. Indonesia berhasil naik posisinya menjadi ranking 100 dari 182 negara yang disurvei. Lumayan, naik 10 peringkat dari tahun lalu yang bertengger di posisi 110 dari 178 negara.
Posisi Indonesia yang dinilai IPK-nya oleh lembaga independen semacam Transparency International tak bisa dilepaskan dari 'budaya' korupsi yang sudah begitu mendarah daging dan mengena ke hampir semua lapisan masyarakat. Bahkan berita minggu ini di televisi yang hangat membahas PNS muda dengan tabungan, deposito, ataupun asuransi bernilai milyaran rupiah yang jelas kekayaan sebesar itu tidak bisa mereka raih tanpa korupsi, kecuali mereka mendapat warisan dari orang tuanya yang kaya. Hal ini menepis anggapan bahwa korupsi hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berumur ataupun senior-senior yang sudah berpengalaman.
Keberadaan KPK sebagai benteng terakhir yang masih dipercaya masyarakat untuk memerangi korupsi sangat-sangat harus dijaga independensinya. Terpilihnya Abraham Samad sebagai pemimpin baru KPK yang mempunyai track record bersih dan tidak terkait dengan partai manapun memberikan harapan yang besar bagi bangsa ini dalam memberantas korupsi yang sudah merusak segala sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Maju Terus KPK!
Posisi Indonesia yang dinilai IPK-nya oleh lembaga independen semacam Transparency International tak bisa dilepaskan dari 'budaya' korupsi yang sudah begitu mendarah daging dan mengena ke hampir semua lapisan masyarakat. Bahkan berita minggu ini di televisi yang hangat membahas PNS muda dengan tabungan, deposito, ataupun asuransi bernilai milyaran rupiah yang jelas kekayaan sebesar itu tidak bisa mereka raih tanpa korupsi, kecuali mereka mendapat warisan dari orang tuanya yang kaya. Hal ini menepis anggapan bahwa korupsi hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berumur ataupun senior-senior yang sudah berpengalaman.
Keberadaan KPK sebagai benteng terakhir yang masih dipercaya masyarakat untuk memerangi korupsi sangat-sangat harus dijaga independensinya. Terpilihnya Abraham Samad sebagai pemimpin baru KPK yang mempunyai track record bersih dan tidak terkait dengan partai manapun memberikan harapan yang besar bagi bangsa ini dalam memberantas korupsi yang sudah merusak segala sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Maju Terus KPK!
Sunday, December 4, 2011
Garuda Indonesia
Garuda Indonesia, maskapai penerbangan BUMN terbaik di Indonesia. Berkantor baru di kompleks Bandara Soekarno-Hatta dan menempati terminal 2F. Warna hijau membentuk logo kepala burung adalah simbolnya.
Sekarang ini Garuda Indonesia tidak lagi menjadi BUMN sakit yang menguras pundi-pundi negara. Beberapa tahun terakhir ini Garuda Indonesia sudah mencatatkan laba yang memuaskan pemerintah. Oleh karenanya, beberapa waktu lalu Garuda sudah berani melalukan IPO sahamnya dan siap menjadi perusahaan publik yang transparan dan akuntabel sebagai konsekuensinya.
Disini aku tidak ingin mengulas lebih lanjut profil garuda, tapi kuhanya sedikit bercerita tentang pengalamanku naik Garuda.
*****
Pertama kali aku naik pesawat yaitu pada tahun 2005 saat aku mau ke Banda Aceh. Kala itu aku masih berstatus mahasiswa semester 7 di Fakultas Kehutanan UGM. Bukan Garuda, maskapai yang aku coba pertama kali, melainkan Lion Air. Senang rasanya kala itu, akhirnya aku bisa naik pesawat terbang, suatu hal yang kuidam-idamkan sejak aku kecil. Periode 2005 s.d. 2008 aku hanya berkutat dengan penerbangan-penerbangan murah yang semakin sering kulakukan semakin miris aku dengan jaminan keselamatan yang ditawarkan mereka, karena dalam periode itu juga banyak terjadi kecelakaan pesawat. Lion Air, Wings Air, Adam Air (sudah almarhum), menjadi favoritku karena tiketnya yang relatif murah. Tak terbayang dalam pikiranku untuk membeli tiket Garuda Indonesia karena harganya yang relatif mahal.
Pengalaman pertama naik Garuda Indonesia kulakukan saat penerbangan ke Medan pada Juli 2009 karena ada tugas dari kantor, dan tentunya tiketnya gratis. Perbedaan signifikan kualami membandingkan pelayanan Garuda dengan penerbangan-penerbangan low cost. Dulu saat ke Banda Aceh dari Yogyakarta naik Lion tidak dikasih makan, saat naik Garuda dari Jakarta ke Medan yang lebih dekat dikasih makan siang. Jarak ruang kaki dengan kursi di depannya dalam kabin Garuda pun lebih lebar daripada kabin maskapai low cost. Ketepatan waktu yang menjadi nilai lebih Garuda juga lebih memuaskan dibandingkan maskapai-maskapai low cost yang seringkali delay.
Perjalananku ke Manado, Pekanbaru, Makassar, Jogja, Semarang, Surabaya, Malang sekarang ini lebih banyak kutempuh dengan Garuda Indonesia baik itu yang dibayarin kantor, ataupun dari kantong sendiri. Frekuensi terbangku dengan garuda yang lumayan, mendorongku untuk membuat Garuda Frequent Flyer (GFF). Sekarang aku tak lupa meminta petugas garuda memasukkan poin setiap kali aku check in di counter Garuda. Lumayan nanti bisa ditukarkan merchandise ataupun diskon-diskon lainnya.
Makanan berat yang biasanya disediakan Garuda adalah Nasi Ayam atau Nasi Ikan. Mungkin yang ke luar negeri lebih variatif, maklum belum pernah, hix....! Sedangkan minumnya ada jus instant berbagai rasa, teh, kopi, soda, ataupun air mineral. Untuk snack yang diberikan dulu kalau nggak salah ada beberapa jenis makanan kecil dan air mineral kemasan gelas kecil yang didesain khusus untuk garuda. Namun, aku agak terkejut dengan snack yang diberikan garuda saat penerbanganku november kemarin ke Jogja dan Malang yang hanya ada satu buah roti dan satu botol air mineral 'Nes***' ukuran 330 ml dengan kardus snack yang terkesan eksklusif. Tapi masih mending lah daripada tanpa snack dan makanan berat di low cost flight.
Karena selama ini aku sering terbang dengan Garuda, ketika aku dibelikan tiket dari kantor dengan penerbangan Lion Air dari Jogja ke Jakarta dengan jadwal pukul 18.50 WIB aku langsung gelisah. Yang ada dipikiranku saat itu pasti nanti delay beberapa jam, apalagi itu minggu malam saat orang-orang yang mudik akhir pekan kembali lagi ke ibukota, wah bisa tengah malam aku nyampai Jakarta. Aku pun langsung menelpon call center Lion Air untuk memajukan jadwalku lebih awal, namun jadwalku hanya berhasil dimajukan menjadi pukul 17.40 WIB, karena penerbangan-penerbangan sebelumnya sudah sold out. Aku pun harus membayar sejumlah 91 ribu untuk mengubah jadwalku itu.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata Lion Air yang kutumpangi saat itu tepat waktu. Di luar ekspektasiku, ON TIME! Nah Gitu dong, jangan sampai di media massa hanya ada berita delay. Salut buat Lion Air kala itu. Di tengah stigma negatif dari masyarakat tentang Lion Air, tapi maskapai ini membuat langkah fenomenal dengan melakukan perjanjian pembelian ratusan pesawat dari Boeing dengan nilai ratusan triliun rupiah, yang mana perjanjian itu disaksikan sendiri oleh Presiden Obama saat menghadiri ASEAN Summit di Bali November silam.
Pengalamanku naik Garuda Indonesia selama ini lumayan memuaskan, walaupun pernah juga terkena delay tapi tidak terlalu lama. Garuda Indonesia sebagai pemain tunggal yang fokus di full service flight tanpa kompetitor dalam negeri akankah ditumbangkan oleh maskapai dalam negeri lainnya?
Sekarang ini Garuda Indonesia tidak lagi menjadi BUMN sakit yang menguras pundi-pundi negara. Beberapa tahun terakhir ini Garuda Indonesia sudah mencatatkan laba yang memuaskan pemerintah. Oleh karenanya, beberapa waktu lalu Garuda sudah berani melalukan IPO sahamnya dan siap menjadi perusahaan publik yang transparan dan akuntabel sebagai konsekuensinya.
Disini aku tidak ingin mengulas lebih lanjut profil garuda, tapi kuhanya sedikit bercerita tentang pengalamanku naik Garuda.
*****
Pertama kali aku naik pesawat yaitu pada tahun 2005 saat aku mau ke Banda Aceh. Kala itu aku masih berstatus mahasiswa semester 7 di Fakultas Kehutanan UGM. Bukan Garuda, maskapai yang aku coba pertama kali, melainkan Lion Air. Senang rasanya kala itu, akhirnya aku bisa naik pesawat terbang, suatu hal yang kuidam-idamkan sejak aku kecil. Periode 2005 s.d. 2008 aku hanya berkutat dengan penerbangan-penerbangan murah yang semakin sering kulakukan semakin miris aku dengan jaminan keselamatan yang ditawarkan mereka, karena dalam periode itu juga banyak terjadi kecelakaan pesawat. Lion Air, Wings Air, Adam Air (sudah almarhum), menjadi favoritku karena tiketnya yang relatif murah. Tak terbayang dalam pikiranku untuk membeli tiket Garuda Indonesia karena harganya yang relatif mahal.
Pengalaman pertama naik Garuda Indonesia kulakukan saat penerbangan ke Medan pada Juli 2009 karena ada tugas dari kantor, dan tentunya tiketnya gratis. Perbedaan signifikan kualami membandingkan pelayanan Garuda dengan penerbangan-penerbangan low cost. Dulu saat ke Banda Aceh dari Yogyakarta naik Lion tidak dikasih makan, saat naik Garuda dari Jakarta ke Medan yang lebih dekat dikasih makan siang. Jarak ruang kaki dengan kursi di depannya dalam kabin Garuda pun lebih lebar daripada kabin maskapai low cost. Ketepatan waktu yang menjadi nilai lebih Garuda juga lebih memuaskan dibandingkan maskapai-maskapai low cost yang seringkali delay.
Perjalananku ke Manado, Pekanbaru, Makassar, Jogja, Semarang, Surabaya, Malang sekarang ini lebih banyak kutempuh dengan Garuda Indonesia baik itu yang dibayarin kantor, ataupun dari kantong sendiri. Frekuensi terbangku dengan garuda yang lumayan, mendorongku untuk membuat Garuda Frequent Flyer (GFF). Sekarang aku tak lupa meminta petugas garuda memasukkan poin setiap kali aku check in di counter Garuda. Lumayan nanti bisa ditukarkan merchandise ataupun diskon-diskon lainnya.
Makanan berat yang biasanya disediakan Garuda adalah Nasi Ayam atau Nasi Ikan. Mungkin yang ke luar negeri lebih variatif, maklum belum pernah, hix....! Sedangkan minumnya ada jus instant berbagai rasa, teh, kopi, soda, ataupun air mineral. Untuk snack yang diberikan dulu kalau nggak salah ada beberapa jenis makanan kecil dan air mineral kemasan gelas kecil yang didesain khusus untuk garuda. Namun, aku agak terkejut dengan snack yang diberikan garuda saat penerbanganku november kemarin ke Jogja dan Malang yang hanya ada satu buah roti dan satu botol air mineral 'Nes***' ukuran 330 ml dengan kardus snack yang terkesan eksklusif. Tapi masih mending lah daripada tanpa snack dan makanan berat di low cost flight.
Karena selama ini aku sering terbang dengan Garuda, ketika aku dibelikan tiket dari kantor dengan penerbangan Lion Air dari Jogja ke Jakarta dengan jadwal pukul 18.50 WIB aku langsung gelisah. Yang ada dipikiranku saat itu pasti nanti delay beberapa jam, apalagi itu minggu malam saat orang-orang yang mudik akhir pekan kembali lagi ke ibukota, wah bisa tengah malam aku nyampai Jakarta. Aku pun langsung menelpon call center Lion Air untuk memajukan jadwalku lebih awal, namun jadwalku hanya berhasil dimajukan menjadi pukul 17.40 WIB, karena penerbangan-penerbangan sebelumnya sudah sold out. Aku pun harus membayar sejumlah 91 ribu untuk mengubah jadwalku itu.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata Lion Air yang kutumpangi saat itu tepat waktu. Di luar ekspektasiku, ON TIME! Nah Gitu dong, jangan sampai di media massa hanya ada berita delay. Salut buat Lion Air kala itu. Di tengah stigma negatif dari masyarakat tentang Lion Air, tapi maskapai ini membuat langkah fenomenal dengan melakukan perjanjian pembelian ratusan pesawat dari Boeing dengan nilai ratusan triliun rupiah, yang mana perjanjian itu disaksikan sendiri oleh Presiden Obama saat menghadiri ASEAN Summit di Bali November silam.
Pengalamanku naik Garuda Indonesia selama ini lumayan memuaskan, walaupun pernah juga terkena delay tapi tidak terlalu lama. Garuda Indonesia sebagai pemain tunggal yang fokus di full service flight tanpa kompetitor dalam negeri akankah ditumbangkan oleh maskapai dalam negeri lainnya?