Beli Rumah bukan sekedar membeli gadget mewah layaknya iphone atau ipad yang pastinya akan usang dimakan zaman. Rumah adalah kebutuhan primer manusia disamping pangan dan sandang. Namun rumah adalah kebutuhan primer termahal yang sudah menjadi semacam simbol eksistensi suatu rumah tangga.
Masing-masing individu ataupun pasangan rumah tangga mempunyai preferensi sendiri-sendiri tentang rumah idaman mereka. Pernah temanku yang baru punya rumah bilang, "Beli rumah itu gampang-gampang susah, aku dapat rumah ini juga karena 'pulung'". Dia menganggap dia sangat beruntung sekali membeli rumah itu dengan harga yang miring. Rumahnya memang relatif luas dan kualitas bangunannya kokoh. Namun jika aku di posisi dia, aku tak kan membeli rumah itu karena:
1. Jalan akses masuknya relatif kecil, kira-kira hanya muat satu mobil (ada di dalam gang)
2. Tidak mempunyai pekarangan/lahan sisa, karena aku sangat suka sekali berkebun ataupun menanam pohon / sayuran. Aku memang kurang suka kalau lahan yang ada dihabiskan untuk dibangun rumah. Terkesan sumpek jadinya.
3. Ternyata rumah itu tidak mempunyai IMB jadi kalau ada program penggusuran oleh pemerintah daya tawarnya jadi lemah.
Referensi orang akan rumah memang berbeda-beda, mungkin temanku itu sudah merasa sreg dengan rumah tersebut dan tidak masalah dengan kekurangannya, mungkin preferensi utama bagi dia adalah kondisi rumah yang masih bagus.
Kemarin di kantor ada obrolan soal rumah. Ada salah satu temanku yang ingin beli rumah. Terus ada temanku yang satunya nyeletuk, "Eh itu lho si T (temanku juga) dapat rumah second murah sekali dan luas lagi tanahnya, beruntung banget ya dia". Aku pun berpikir, harga semurah itu bagaimana dengan kualitas bangunannya, bagaimana aksesibilitasnya, lewat daerah yang macet banget nggak' jalan akses masuk ke rumahnya lebar nggak, dan itu rumahnya di hoek atau di tengah-tengah, rawan banjir nggak, dan dekat pintu tol nggak?
Pertanyaan-pertanyaan itu sekiranya sebagai pembenaran pilihanku akan rumah indenku sekarang ini. Kompleks perumahanku yang dekat pintu tol, tidak banjir, tidak bekas tanah urugan, pinggir jalan raya utama, landscape yang rapi, udara yang bersih, jalan lingkungan yang lebar dan berbeton, one gate system, ada ruang terbuka hijaunya, akses jalan yang relatif lancar (apalagi kalau lewat tol) serta rumahku yang terletak di hoek dan masih ada lahan sisa sekitar 70% membuatku semakin mantap dan merasa tidak rugi mengeluarkan uang lebih dari 400jt tuk membelinya.
Jadi menurutku harga suatu rumah murah menurut orang lain, belum tentu murah menurut kita jika tidak hanya segi harga rumah di atas kertas saja yang dibandingkan. Aku merasa wajar harga rumahku segitu karena ditunjang fasilitas dan lingkungan yang prima.
Untuk membeli rumah memang gampang-gampang susah, kita memang harus mempertimbangkan budget kita dengan preferensi kita tentang rumah yang tentunya berbeda dengan orang lain.
Jangan tergoda harga murah tapi tidak membuat hidup lebih nyaman dan tenang. Mahal sedikit nggak masalah asalkan aman, nyaman, dan tenang.
Mau nanya donk. Kalo grand serpong2 tanah nya bekas kuburan bukan?
ReplyDeletetanahnya bekas kebun, dan relatif tinggi bukan di daerah cekungan. Bisa dilihat di google earth.
ReplyDeleteudah pernah survey kesana belum?
grandserpong2.wordpress.com