Ngekos lagi, ngekos lagi...... Itulah yang terlintas pertama kali di pikiranku saat pertama kali aku mendapat kabar mutasi ke Balikpapan.
Awal mula aku menjalani kehidupan kos adalah di Jogja, saat aku mulai memasuki bangku kuliah. Dari tahun 2002 sampai akhir 2008, 6 tahun lebih aku ngekos di kota jogja dengan 2 kali pindah kos.
Awal tahun 2009 aku mulai kerja di Jakarta, aku pun mulai ngekos di Jalan Kelinci kawasan Pasar Baru. Ini adalah kos-kosan termewahku. Aku mendapatkan kos ini dari info di internet dan harga sewanya sejumlah Rp 1.250.000 sangatlah mahal bagiku kala itu, terlebih diharuskan pula mendepositkan uang sejumlah itu juga untuk uang jaminan yang bisa diambil lagi jika memutuskan keluar kos. Tapi kosnya itu sungguh exclusive menurutku, seperti apartemen versi mini. Bagaimana tidak, masuk saja harus dengan finger print, juga dilengkapi dengan cctv di setiap sudut ruangan. Saat aku masuk ke kamarnya, terasa nyaman sekali walaupun kecil. Kosnya masih baru, sehingga bau cat-nya pun masih menyeruak. Springbednya empuk dan nyaman meskipun kecil, ada TV dan AC, kamar mandinya seperti kamar mandi hotel, ada air panas dan dingin pula, oh sungguh sesuai dengan harganya. Ada pula dapur bersama di lantai 5. Fasilitas laundry gratis juga disediakan. Mbak-mbak penjaga kosnya juga baik hati dan ramah. Jika aku suntuk pulang dari kantor, aku sering naik ke lantai 5 atau 6 untuk memandang pemandangan langit jakarta terlebih tugu monas terlihat dekat dan jelas sekali dari kosku itu. Aku sudah terlanjur betah di kos itu, namun aku harus meninggalkannya dikarenakan aku dimutasi pindah tugas di kantor baruku di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, padahal baru sebulan aku berkantor di Lapangan Banteng.
Kos kedua-ku di Jakarta adalah di kawasan Kebayoran Baru. Harganya hampir sama dengan kosku yang pertama yaitu Rp 1.200.000. Kelebihannya di kos baru ini adalah kamar lebih luas, tempat tidur juga lebih luas, ada akses internet kecepatan tinggi (sekitar 2 Mbps). Namun kamar mandi di luar dan tidak ada air panasnya. Aku juga cuma sebulan di kos itu.
Kosku ketiga adalah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Relatif lebih murah harganya, kamar mandi dalam tanpa AC Rp 500.000 dan yang pakai AC Rp 700.000. Namun ketika aku masuk hanya tersisa yang non AC, tapi 3 bulan kemudian ada kamar AC yang kosong, jadilah aku pindah ke kamar itu. Aku cukup akrab dengan keluarga pemilik kos, terlebih anak perempuannya yang sama-sama bekerja di lembaga pemerintahan yang sama namun beda direktorat. Aku tiga tahun lebih bertahan di kos itu, karena aku sudah merasa cukup nyaman sampai akhirnya aku punya rumah sendiri di kawasan Sarua, Tangerang Selatan.
Baru kutempati sekitar 1,5 bulan, dan sedang senang-senangnya punya rumah baru, aku harus mendengar kenyataan bahwa aku harus mutasi ke Balikpapan. Tapi aku harus menjalaninya sebagai abdi negara.
Kos pertamaku di Balikpapan adalah rumah baru di gang depan kantor yang merupakan bekas tanah rawa. Air sumurnya seringkali coklat berlumpur, padahal sudah disaring dengan filter khusus. Aku sekamar dengan 2 orang temanku yang sama-sama dimutasi ke Balikpapan. Jadi itu adalah pengalaman seumur hidupku hidup bersama bertiga dalam satu kamar. Untungnya hanya sebulan kami disitu, karena disamping airnya yang kurang bagus, karena kami juga ingin ngekos dengan kamar sendiri-sendir, bukan bertiga lagi.
Kos keduaku di Balikpapan hanya sekitar 50 meter di sebelah barat kantor, jadi aku cukup berjalan kaki saja ke kantor. Kami bertiga pun juga kos di tempat yang sama lagi, bedanya kami sekarang kos dengan kamar sendiri-sendiri.
Aku jadi berpikir, sampai kapan aku harus menghabiskan hidupku di kos-kosan. Kapan status sebagai anak kos tidak melekat lagi denganku? Padahal aku adalah seorang Bapak yang sudah dikaruniai putra gagah yang saat ini baru berusia 5 bulan. Kapan aku bisa berkumpul dengan anak istriku? Kapan?????
Harapanku, semoga dalam waktu dekat ini aku bisa promosi ke Jakarta. Amin. Harus OPTIMIS!
No comments:
Post a Comment