Proses Pembelajaran vs Bawaan Orok. Itu adalah pernyataan yang mempertanyakan sejauh mana proses belajar atau pengalaman hidup seseorang mampu merubah ataupun memperbaiki karakternya.
Aku memang gemar memperhatikan, 'niteni', dan menyimpulkan karakteristik seseorang. Untuk kasus ini yang jadi 'korbannya' adalah bos baruku.
Dia masih relatif muda, belum genap 40 tahun orangnya. Awal aku kenal dengan dia, kulihat orangnya ramah, rajin, enerjik. Namun setelah berpartner selama beberapa minggu aku mulai mempertanyakan kesan pertamaku terhadap dirinya.
Bermula dari menyalahkan hal-hal kecil yang seolah-olah itu adalah tanggung jawabku dan dianggapnya aku sudah cukup mengerti dan auto pilot dengan proses bisnis di unit baruku itu, dengan kata lain dia lupa kalau aku pegawai baru di kantor.
Kedua saat aku makan bareng-bareng sama teman-temanku, ada seorang teman yang mempergunjingkannya. Sebut saja si Aan. Aan bercerita panjang lebar kepadaku kalau dulu dia mantan anak buahnya, dan sering crash dengan bosku yang sekarang itu. Seringkali dulu si Bos itu bersikap temperamen, dan tak kalah sengit temanku juga wataknya temperamen jadi mereka sering bersitegang. Saat itu dibenakku aku tidak langsung percaya dengan cerita temanku itu.
Pada kesempatan lain, aku seringkali melihat Bosku itu memarahi anak buahnya yang lain dengan sangat ketus dihadapan banyak orang, dan dia pun tak sungkan untuk terus menyalahkan anak buahnya di hadapan tamu sekalipun! Ckckckckck.......
Sampai puncaknya aku juga terkena omelannya. Malam-malam sudah saatnya aku beranjak ke peraduan, si bos hobi marah ini menelponku........ "Huh, ngapain ni si bos nelpon malam-malam gini?", gerutuku dalam hati. Kuangkat telponku, dia langsung menanyakan pekerjaan kantor. "Mas, tadi datanya sudah diinput belum?"ujarnya. "Data yang mana Pak?", tanyaku balik agak kebingungan. "Itu data pesertanya.....", dengan nada agak tinggi. "o yang itu Pak, belum Pak yang itu, tadi saya kelupaan." " Kok bisa lupa, tadi ngapain aja", tanyanya dengan ketus. " iya Pak tadi kan saya ngerjain ini itu, jadi bener-bener lupa, maaf ya Pak, besok pagi-pagi sekali jam 6 saya kerjakan di kantor!", seruku. Terus terang aku tidak suka dengan kata-kata dia yang 'tadi ngapain aja', seolah-olah di kantor aku tidak kerja apa-apa! Huh..... Padahal lupa kan manusiawi, toh dia sebagai bos selaku koordinator yg wajib memantau anak buahnya juga lupa akan hal itu. Yang aku sesalkan, etika dia sebagai seorang atasan, yang memarahi anak buahnya malam-malam lewat telepon, sungguh patut disayangkan, toh semuanya bisa diselesaikan dan hal itu tidak urgent banget. Dalam hatiku perlu ikut coaching n mentoring course ini bos, biar tahu gimana memperlakukan bawahan dan membimbingnya, bukan malah mendemotivasi.
Keesokkan paginya kukerjakan tuntas pekerjaan yang terlupa kemarin sebelum bosku itu datang. Beberapa hari yang lalu aku juga disalahkan lagi, dibilangnya aku lambat. Terlebih omongan itu dilontarkan kepadaku di hadapan tamu dari Jakarta, huh..... Kalau memang aku lambat nggak masalah dimarahi, lha kenyataannya aku sudah sigap, cepat, dan baru selesai mengerjakan satu tugas, malah dibilang lambat, dasar nggak tau diuntung atasan kayak gini. Bukannya dimotivasi atau diapresiasi karena cepat tugasnya, malah didemotivasi dengan pernyataan yang memerahkan telinga. Untungnya aku relatif sudah terlatih untuk menyikapi atasan model gini dan untungnya lagi aku bukan orang yang mudah terdemotivasi dengan pernyataan-pernyataan nggak berkelas dari seorang atasan, paling-paling aku hanya mempergunjingkan dengan teman-temanku, hix.....
Seorang pimpinan seharusnya mampu memotivasi anak buahnya agar berkarya lebih baik, bukan malah hobi mendemotivasi, kalau anak buahnya pada ngambek, hayo....kelabakan lah dia. Terlebih lagi sikap memarahi bawahan di depan orang banyak bisa sangat mempermalukan anak buah, sehingga pasti akan membuat anak buah sakit hati, terdemotivasi, bahkan bisa memicu tindak kekerasan jika sang anak buah punya karakter keras dan tidak terima perlakuan atasannya. Setahuku dalam konsep kepemimpinan tidak ada yang namanya kesalahan anak buah, yang ada adalah kesalahan pimpinannya tidak bisa mengkoordinir, memantau, membimbing bawahannya. Jadi jika seorang atasan selalu menyalahkan anak buahnya itu berarti membuka boroknya sendiri bahwa dia tidak becus mengurus anak buahnya. Jika ada hasil kerja anak buah yang menurut atasan belum benar, maka tidak boleh seorang atasan langsung membentak bahkan menjelek-jelekan bawahannya, yang harus dilakukan adalah dengan menuturkan dengan bahasa yang cerdas dan elegan bahwa pertama harus mengapresiasi hasil kerja bawahan, baru selanjutnya memberikan arahan dan bimbingan seperti halnya "sudah bagus hasil kerjamu itu tapi alangkah baiknya diperbaiki di bagian ini ini ini..... " dengan begitu kan bawahan merasa dihargai dan tidak terdemotivasi, dan tidak pula mendendam dengan atasannya.
Namun dalam kasusku itu, si Bos ini sudah ikut soft skill course berkali-kali, ikut pelatihan kepribadian dari Lembaga Terkenal di Jakarta 'John Robert Power', eh kok masih gitu-gitu hasilnya, jadi kesimpulannya pembelajaran tentang soft skill baginya adalah gagal total, karena watak bawaan orok dia lebih dominan daripada sekedar teori-teori soft skill yang dia pelajari.
Memang kemampuan soft skill seseorang tidak serta merta berubah sesaat setelah dia menerima teori tentang soft skill, namun memerlukan waktu yang relatif panjang disertai niat yang kuat dari yang bersangkutan untuk berubah. Semoga saja seiring berjalannya waktu, bosku yang satu ini bisa merubah karakteristiknya yang negatif.
Bagaimana besok kalau aku jadi Bos ya....???
No comments:
Post a Comment