Uban bagi sebagian orang menjengkelkan, sebagian lagi memalukan, sebagian sisanya menganggap suatu hal yang wajar alamiah.
Kemarin saat kulihat mukaku di cermin kecil aku dikagetkan oleh rambut putih yang menyembul dari lubang hidungku. Ya Tuhan.... Ternyata tidak hanya rambut kepalaku saja yang memutih, bulu hidungku juga tak mau ketinggalan.
Seingatku uban muncul pertama kali di kepalaku saat aku duduk di kelas 6 SD. Mulai masuk SMP satu dua uban kucabuti, bahkan aku minta temanku mencabutinya. Berlanjut sampai di SMA aku masih sering minta bantuan temenku untuk mencabut si putih menyebalkan di kepalaku.
Menurut salah satu tukang cukur yang kudatangi, uban di kepalaku itu karena jenis rambutku yang tergolong kaku seperti 'duk'. Aku juga mencoba menggunakan jeruk nipis, kemiri sangrai yang kutumbuk untuk menghitamkan kembali rambutku. Namun semuanya sia-sia. Bahkan aku pernah dianjurkan seseorang untuk menggunakan krim rambut merek tertentu yang aku lupa namanya, aku pun mencobanya. Bukannya rambut hitam yang kudapat, melainkan semakin banyak rambutku yang memutih dan mulai sedikit rontok.
Rambutku yang tebal dan seringkali mengembang saat bangun tidur hingga seperti wig setidaknya menutupi ubanku yang mulai merajalela. Namun, karena semakin banyak uban yang tumbuh, kuputuskan memakai cat rambut pertama kali menjelang tamat SMA.
Cat rambut merek 'Wella' dengan warna hitam kemerahan yang kupakai pertama kali saat itu. Menginjak masa kuliah, jarang sekali aku mencabut uban kecuali yang tampak menonjol sendiri. Aku gonta-ganti cat rambut, dari yang warna kemerahan, kecoklatan, sampai kebiruan. Dari berbagai cat rambut buatan pabrik ternama sampai dengan cat rambut tradisional buatan India 'Henna' seharga 5000 perak pun pernah kucoba.
Jauh sebelum aku beruban, saat masih sekitar kelas 3 SD saat maen ke kantor Ibu, aku sering diminta teman-teman Ibu yang laki-laki untuk mencabuti uban mereka dengan diiming-imingi uang beberapa ratus perak sekedar buat jajan. Eh ternyata malah aku sendiri yang banyak ubannya. Ada yang bilang uban yang tumbuh terlalu dini padaku adalah karena faktor genetik. Aku lihat saudara sepupuku ataupun temanku yang jenis rambutnya hampir sama denganku juga mengalami masalah serupa.
Aku tergelitik dengan pernyataan Dosen Waliku saat aku masih kuliah, Beliau berkata "Jika Tuhan berkehendak aku untuk memilih menjadi tua dengan kepala botak atau dengan kepala putih penuh uban, dengan jelas aku memilih kepala beruban saja, lebih gantengan masih punya rambut daripada tidak!"
Saat ini setelah aku menikah, ketika pulang ke rumah di kampung menengok anak istriku selalu saja istriku berinisiatif untuk menyemir rambutku yang sudah sekitar 30% memutih ini. Semir rambut yang kugunakan sekarang, dan juga digunakan pula oleh Ibuku karena dari Beliaulah yang merekomendasikan semir ini dengan kualitas keawetan warnanya yang memuaskan adalah bermerek 'Toning' produksi Rudi Hadisuwarno sang penata rambut terkenal Indonesia.
Bukan berarti aku menolak menjadi tua, melainkan teman-teman seumuranku tidak banyak yang beruban, dan mereka tidak perlu repot-repot menyemir rambut tiap bulan, dan tentunya aku tidak ingin terlihat tampak tua dari umurku yang sebenarnya.
Mungkin jika sudah berumur 50 tahun ke atas aku bisa menerima proses penuaan rambut yang sudah selayaknya kuterima dengan rasa penuh syukur akan karunia-Nya.
Uban, kau alarm alami yang diciptakan Tuhan kepada tiap-tiap manusia untuk mengingat umurnya. Namun, adakalanya engkau adalah benda spesial yang terlalu cepat tumbuh pada anak-anak muda yang masih ingin tampil menawan di hadapan teman-temannya tanpa ada secuil penampakanmu.
Setelah kupikir-pikir ternyata pernyataan dosenku kala itu ada benarnya juga ya. Kalau beruban masih bisa disembunyikan dengan cat rambut. Nah, kalau botak apa mau disembunyikan pakai wig? Bukannya tambah keren nanti malah kayak gayus jadinya, he he....
Pages
▼
Thursday, January 31, 2013
Wednesday, January 30, 2013
Pengalaman Berbelanja di Lazada: Gratis Ongkos Kirim! Strategi Ampuh Lazada Menjadi Raja Toko Online Indonesia
"Mas belanja aja di Lazada.co.id, gratis ongkos kirim lho...", ujar temanku 6 bulan yang lalu. Dasarnya aku suka belanja online, tahu kabar promosi seperti itu membuatku semakin antusias ingin tahu apa itu Lazada!
Aku pikir Lazada hanya semacam toko online kecil yang masih kuragukan reputasinya. Ternyata dugaanku salah, Lazada merupakan salah satu toko online terbesar di Asia Tenggara dan promosi bebas ongkir ternyata ampuh untuk menggugah naluriku belanja di toko online. Ongkos kirim memang menjadi kendala tersendiri bagi bisnis toko online, karena konsumen akan mengurungkan niat belinya jika ternyata ongkos kirimnya mahal. Lazada perlu diacungi jempol untuk strategi bisnisnya yang satu ini, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan merupakan negara Kepulauan dengan aksesibilitasnya yang relatif tidak semudah di negara lain.
Barang pertama yang kubeli di Lazada saat itu adalah sepasang bantal guling merek "Dreamline" yang lumayan terkenal hanya seharga 159 ribu. Untuk mencoba pertama kali layanan Lazada, memang sengaja kupilih produk yang tidak terlalu mahal dan kebetulan aku sedang perlu bantal guling tambahan. Kupilih pembayaran melalui transfer dari Bank Mandiri. Beberapa hari setelahnya barang pesananku pun sampai di kantor, dan cukup memuaskan kualitasnya.
Hari Senin siang kemarin, aku iseng-iseng lihat produk-produk di Lazada.co.id, ternyata ada yang membuatku tertarik lagi. Sebuah jam alarm yang dilengkapi FM Radio digital, dan dock untuk konektivitas iPhone/iPod. Untuk transaksi kali ini kugunakan voucher 50 ribu dari Lazada karena aku langganan newsletternya melalui email dan kugunakan kartu kredit Mastercard CIMB Niaga untuk pembayarannya. Saat itu, jika transaksi hari senin ada tambahan diskon 10 % jika menggunakan mastercard untuk nominal transaksi minimal 600 ribu, dan bisa cicilan 0% selama 6 bulan jika transaksi minimal 1 juta rupiah. Namun, dikarenakan transaksiku hanya sebesar 525 ribu, jadilah fasilitas diskon tambahan 10 % ataupun cicilan 6 bulan tidak bisa kunikmati.
Sore hari saat masih ada di kantor aku ditelpon oleh customer care kartu kredit CIMB Niaga untuk memastikan apakah aku benar telah melakukan transaksi di Lazada sebesar 525 ribu. "Wah bagus juga nih kartu kredit CIMB Niaga melakukan konfirmasi kepada nasabahnya, kalau gini sih bisa memperkecil penipuan/pembajakan kartu kredit", pikirku. Memang baru akhir-akhir ini saja aku berani bertransaksi melalui kartu kredit di internet, sebelumnya aku lebih sering menggunakan fasilitas Debit (Clickpay) Mandiri ataupun BCA.
Bangun pagi hari selasa, kudapatkan SMS konfirmasi dari Lazada jika barang pesananku telah dikirim melalui RPX dan diminta untuk men-tracking dengan kode resi yang diberikan di website RPX pada H+1. Kucek di Website ternyata sekitar pukul 11 Siang hari selasa, pesananku sudah sampai di Balikpapan dan berada di mobil pengantaran. Aku kagum akan cepatnya pengirimannya padahal di website Lazada tertera untuk pengiriman ke Kalimantan Timur antara 1 s.d. 8 hari kerja.
Usai jam kantor, sesampainya aku di kos, saat asik-asiknya bertelpon ria dengan istriku, tiba-tiba saja aku ditelpon oleh kurir RPX jika kira-kira satu jam lagi barang pesananku akan dikirim ke kantor. Usai makan malam aku mampir ke kantor yang jaraknya hanya sekitar 50 m dari kosku untuk mengambil barang pesananku.
Di tengah banyaknya keluhan di blog-blog mengenai pengiriman Lazada.co.id yang lambat, ternyata hal tersebut tidak terbukti bagiku. Layanan bebas ongkos kirim dibarengi dengan kecepatan pengiriman yang luar biasa, memang strategi marketing yang ampuh untuk menarik pembeli online sebanyak-banyaknya di tengah kerasnya persaingan bisnis toko online yang sedang membahana di Indonesia.
Aku pikir Lazada hanya semacam toko online kecil yang masih kuragukan reputasinya. Ternyata dugaanku salah, Lazada merupakan salah satu toko online terbesar di Asia Tenggara dan promosi bebas ongkir ternyata ampuh untuk menggugah naluriku belanja di toko online. Ongkos kirim memang menjadi kendala tersendiri bagi bisnis toko online, karena konsumen akan mengurungkan niat belinya jika ternyata ongkos kirimnya mahal. Lazada perlu diacungi jempol untuk strategi bisnisnya yang satu ini, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan merupakan negara Kepulauan dengan aksesibilitasnya yang relatif tidak semudah di negara lain.
Barang pertama yang kubeli di Lazada saat itu adalah sepasang bantal guling merek "Dreamline" yang lumayan terkenal hanya seharga 159 ribu. Untuk mencoba pertama kali layanan Lazada, memang sengaja kupilih produk yang tidak terlalu mahal dan kebetulan aku sedang perlu bantal guling tambahan. Kupilih pembayaran melalui transfer dari Bank Mandiri. Beberapa hari setelahnya barang pesananku pun sampai di kantor, dan cukup memuaskan kualitasnya.
Hari Senin siang kemarin, aku iseng-iseng lihat produk-produk di Lazada.co.id, ternyata ada yang membuatku tertarik lagi. Sebuah jam alarm yang dilengkapi FM Radio digital, dan dock untuk konektivitas iPhone/iPod. Untuk transaksi kali ini kugunakan voucher 50 ribu dari Lazada karena aku langganan newsletternya melalui email dan kugunakan kartu kredit Mastercard CIMB Niaga untuk pembayarannya. Saat itu, jika transaksi hari senin ada tambahan diskon 10 % jika menggunakan mastercard untuk nominal transaksi minimal 600 ribu, dan bisa cicilan 0% selama 6 bulan jika transaksi minimal 1 juta rupiah. Namun, dikarenakan transaksiku hanya sebesar 525 ribu, jadilah fasilitas diskon tambahan 10 % ataupun cicilan 6 bulan tidak bisa kunikmati.
Sore hari saat masih ada di kantor aku ditelpon oleh customer care kartu kredit CIMB Niaga untuk memastikan apakah aku benar telah melakukan transaksi di Lazada sebesar 525 ribu. "Wah bagus juga nih kartu kredit CIMB Niaga melakukan konfirmasi kepada nasabahnya, kalau gini sih bisa memperkecil penipuan/pembajakan kartu kredit", pikirku. Memang baru akhir-akhir ini saja aku berani bertransaksi melalui kartu kredit di internet, sebelumnya aku lebih sering menggunakan fasilitas Debit (Clickpay) Mandiri ataupun BCA.
Bangun pagi hari selasa, kudapatkan SMS konfirmasi dari Lazada jika barang pesananku telah dikirim melalui RPX dan diminta untuk men-tracking dengan kode resi yang diberikan di website RPX pada H+1. Kucek di Website ternyata sekitar pukul 11 Siang hari selasa, pesananku sudah sampai di Balikpapan dan berada di mobil pengantaran. Aku kagum akan cepatnya pengirimannya padahal di website Lazada tertera untuk pengiriman ke Kalimantan Timur antara 1 s.d. 8 hari kerja.
Usai jam kantor, sesampainya aku di kos, saat asik-asiknya bertelpon ria dengan istriku, tiba-tiba saja aku ditelpon oleh kurir RPX jika kira-kira satu jam lagi barang pesananku akan dikirim ke kantor. Usai makan malam aku mampir ke kantor yang jaraknya hanya sekitar 50 m dari kosku untuk mengambil barang pesananku.
Di tengah banyaknya keluhan di blog-blog mengenai pengiriman Lazada.co.id yang lambat, ternyata hal tersebut tidak terbukti bagiku. Layanan bebas ongkos kirim dibarengi dengan kecepatan pengiriman yang luar biasa, memang strategi marketing yang ampuh untuk menarik pembeli online sebanyak-banyaknya di tengah kerasnya persaingan bisnis toko online yang sedang membahana di Indonesia.
Sunday, January 27, 2013
Harus Beli Kantong Plastik di Lottemart Wholesale?
Siang tadi daripada ke kos aku iseng-iseng maen ke Lottemart kawasan Ringroad Balikpapan. Selepas makan siang di warung, aku berjalan kaki menuju jalan raya MT Haryono untuk naik angkot menuju Lottemart.
Hanya sekitar 3 menit aku naik angkot, sudah sampai di Lottemart, itupun sudah tertahan di lampu merah selama 45 detik. Kalau ada motor atau sepeda, pastilah aku tak perlu repot-repot naik angkot dengan tarif 3000 rupiah.
Cuma penasaran aja lottemart di Balikpapan sama ato beda dengan di Jakarta. Dari bentuknya terlihat seperti bangunan gudang, "pasti ini bekas bangunan Makro, yang sekarang diakuisisi oleh Lotte sebuah raksasa retail asal Korea", pikirku saat itu.
Di parkirannya yang luas berjajar mobil-mobil, yang tak terlalu banyak jumlahnya. Seperti biasanya aku memakai kaos, celana pendek dengan sandal gunung masuk dengan santai di Lottemart. Di pintu masuk kesan lapang dan relatif sepi yang muncul di hadapanku. Kulanjutkan langkah kakiku untuk mencari keranjang jinjing belanjaan yang biasanya tersusun rapi di dekat pintu masuk supermarket. Namun, setelah kucari-cari, kutengok kesana kemari, kok nggak ketemu-ketemu keranjangnya, yang ada hanya troli-troli besar, dan troli untuk kardus-kardus. Aku baru sadar, ternyata ini bukan Lotte hypermarket namun Lottemart Wholesale yang jualan semacam grosiran seperti yang Makro dulu. Ternyata akuisisi oleh Lotte tak serta merta mengubah konsep bisnis grosiran yang dijalankan Makro.
Dekat dengan pintu masuk terpajang barang-barang elektronik dari televisi, kulkas, mesin cuci yang jumlahnya tak terlalu banyak, tidak seperti di hypermart ataupun carrefour. Itupun nampak barang-barang stok lama yang terkesan tidak begitu laku.
Tanpa maksud yang jelas akan membeli apa, aku muter-muter aja lihat-lihat barang-barang yang dijual. Sampailah aku di lapak buah-buahan, maksud hati ingin membeli kelengkeng atau apel namun segera kuurungkan niatku karena melihat kondisinya. Kelengkeng yang tersedia sekilas masih segar dan dingin, namun setelah kuamati ternyata sudah ada semacam jamur putih di kulit buah dekat dengan tangkainya. Apel-apel impor pun terlihat sudah mulai membusuk, dan saat itu tidak ada menyentuhnya kecuali aku.
Hanya sekitar 20 menitan aku keliling lottemart. Kutenteng hanger pakaian, 2 bungkus wafer tim tam coklat, 2 pak teh ijo kepala jenggot, 1 pak buavita jambu berisi 8 kotak mini. Aku pun menuju kasir.
Kalau nggak salah hanya 3 kasir yang dibuka saat itu. Antreannya pun paling banter cuma 2 troli. Kebetulan antrean di depanku adalah ibu-ibu dengan setroli penuh belanjaan. Saat dihitung di kasir dan selesai transaksi, aku terheran-heran, kok nggak langsung dimasukkan kantong plastik ya belanjaannya, malah dimasukkan ke troli lainnya. "Mungkin akan di masukkan ke kantong plastik di tempat tersendiri agar tidak menyita waktu antrean", pikirku. Ternyata dugaanku salah, saat aku selesai transaksi dengan nominal Rp68.650, ternyata belanjaanku tidak diberi kantong plastik juga, kutanyakan ke kasirnya tentang kantong plastik, dan dijawab "Disini tidak disediain kantong plastik Pak, tapi harus beli kantong plastik seharga 3500 di kasir 3!". Mendengar itu, aku baru tersadar ternyata model bisnis Makro terdahulu yang menerapkan konsumen harus membeli kantong plastik diadopsi juga oleh Lottemart Wholesale (bukan Lottemart hypermarket).
Dengan muka masam terpaksa aku membeli kantong plastik, tahu begitu aku tadi bawa tas rangsel saja. Kantong plastik yang diberikan relatif besar (hampir seukuran kantong laundry hotel, berwarna merah, bertuliskan Lottemart Wholesale, dengan bahan yang relatif besar dan kuat. Cukup beralasan jika dipatok dengan harga 3500. Mungkin manajemen Makro dan digantikan oleh Lottemart Wholesale, berpikiran bahwa segmen bisnis mereka bukan final costumer melainkan penjualan eceran yang membeli (kulakan) dalam jumlah relatif besar dan tidak butuh kantong plastik karena biasanya mereka membawa kendaraan pribadi untuk memuat barang belanjaannya yang relatif banyak. Namun, jika memang customer target mereka adalah penjual eceran, kok lottemart wholesale masih saja menjual buah-buahan, ikan-ikan, daging yang bisa dibeli secara kiloan. Pakaian jadi, peralatan dapur, ataupun perabot rumah tangga lainnya pun tidak diharuskan membeli dalam partai besar seperti sistem grosiran. Berarti dengan kata lain Lottemart Whole sale tidak seutuhnya menerapkan sistem grosiran namun juga menyasar konsumen akhir.
Aku jadi teringat sekitar tahun 2005 saat masih kuliah di Jogja, dibuka pula Makro di Ring Road Utara, Maguwo. Saat dibuka pertama kali, rame berbondong-bondong masyarakat Jogja mengunjunginya. Maklum, tersiar kabar kalau harga barang-barang di Makro lebih murah. Namun, selang beberapa lama kemudian, Makro di Jogja sepi akan pembeli, kata orang-orang karena di Makro diharuskan membeli Kantong Plastik jika menginginkannya. Entah benar atau tidak, hanya gara-gara kantong plastik bisa berakibat 'fatal' terhadap image usaha. Memang kebanyakan warga Jogja kala itu (nggak tahu kalau sekarang) merupakan tipe konsumen "Price Sensitive" yang cenderung konservatif. Mungkin kalau warga Jakarta tak masalah membeli kantong plastik seharga 500 rupiah, namun bagi konsumen tipe "Price Sensitive" sekecil apa pun perbedaan harga atau biaya tambahan sangat menjadikan pertimbangan untuk keputusan mereka untuk membeli lagi di tempat tersebut.
Mungkin ada sisi positif juga Lottemart wholesale menerapkan pembelian kantong plastik. Jadi masyarakat bisa belajar lebih menghargai kantong plastik yang menjadi sumber pencemaran lingkungan jika menjadi limbah karena sulit terdegradasi oleh tanah secara alami. Konsumen bisa mulai budaya membawa kantong plastik sendiri atau tas rangsel saat berbelanja ke Lottemart wholesale, sehingga konsumsi kantong plastik di negeri ini bisa berkurang jika masyarakat kita mulai membiasakan membawa kantong plastik sendiri saat belanja. Namun, biasanya masyarakat agak malu jika membawa kantong plastik di pusat perbelanjaan. Tapi sebenarnya busaya membawa kantong plastik atau kantong belanjaan sendiri sudah dari dulu dilakukan oleh Ibu-Ibu kita dimana saat belanja di pasar tradisional membawa kantong/tas belanjaan khusus ke pasar, atau kantong plastik bekas.
Ngomong-ngomong kantong plastik yang kubeli tadi lumayan juga bisa kupakai jadi tempat pakaian kotor, toh plastiknya tebal dan besar, daripada beli keranjang plastik, he he....
Hanya sekitar 3 menit aku naik angkot, sudah sampai di Lottemart, itupun sudah tertahan di lampu merah selama 45 detik. Kalau ada motor atau sepeda, pastilah aku tak perlu repot-repot naik angkot dengan tarif 3000 rupiah.
Cuma penasaran aja lottemart di Balikpapan sama ato beda dengan di Jakarta. Dari bentuknya terlihat seperti bangunan gudang, "pasti ini bekas bangunan Makro, yang sekarang diakuisisi oleh Lotte sebuah raksasa retail asal Korea", pikirku saat itu.
Di parkirannya yang luas berjajar mobil-mobil, yang tak terlalu banyak jumlahnya. Seperti biasanya aku memakai kaos, celana pendek dengan sandal gunung masuk dengan santai di Lottemart. Di pintu masuk kesan lapang dan relatif sepi yang muncul di hadapanku. Kulanjutkan langkah kakiku untuk mencari keranjang jinjing belanjaan yang biasanya tersusun rapi di dekat pintu masuk supermarket. Namun, setelah kucari-cari, kutengok kesana kemari, kok nggak ketemu-ketemu keranjangnya, yang ada hanya troli-troli besar, dan troli untuk kardus-kardus. Aku baru sadar, ternyata ini bukan Lotte hypermarket namun Lottemart Wholesale yang jualan semacam grosiran seperti yang Makro dulu. Ternyata akuisisi oleh Lotte tak serta merta mengubah konsep bisnis grosiran yang dijalankan Makro.
Dekat dengan pintu masuk terpajang barang-barang elektronik dari televisi, kulkas, mesin cuci yang jumlahnya tak terlalu banyak, tidak seperti di hypermart ataupun carrefour. Itupun nampak barang-barang stok lama yang terkesan tidak begitu laku.
Tanpa maksud yang jelas akan membeli apa, aku muter-muter aja lihat-lihat barang-barang yang dijual. Sampailah aku di lapak buah-buahan, maksud hati ingin membeli kelengkeng atau apel namun segera kuurungkan niatku karena melihat kondisinya. Kelengkeng yang tersedia sekilas masih segar dan dingin, namun setelah kuamati ternyata sudah ada semacam jamur putih di kulit buah dekat dengan tangkainya. Apel-apel impor pun terlihat sudah mulai membusuk, dan saat itu tidak ada menyentuhnya kecuali aku.
Hanya sekitar 20 menitan aku keliling lottemart. Kutenteng hanger pakaian, 2 bungkus wafer tim tam coklat, 2 pak teh ijo kepala jenggot, 1 pak buavita jambu berisi 8 kotak mini. Aku pun menuju kasir.
Kalau nggak salah hanya 3 kasir yang dibuka saat itu. Antreannya pun paling banter cuma 2 troli. Kebetulan antrean di depanku adalah ibu-ibu dengan setroli penuh belanjaan. Saat dihitung di kasir dan selesai transaksi, aku terheran-heran, kok nggak langsung dimasukkan kantong plastik ya belanjaannya, malah dimasukkan ke troli lainnya. "Mungkin akan di masukkan ke kantong plastik di tempat tersendiri agar tidak menyita waktu antrean", pikirku. Ternyata dugaanku salah, saat aku selesai transaksi dengan nominal Rp68.650, ternyata belanjaanku tidak diberi kantong plastik juga, kutanyakan ke kasirnya tentang kantong plastik, dan dijawab "Disini tidak disediain kantong plastik Pak, tapi harus beli kantong plastik seharga 3500 di kasir 3!". Mendengar itu, aku baru tersadar ternyata model bisnis Makro terdahulu yang menerapkan konsumen harus membeli kantong plastik diadopsi juga oleh Lottemart Wholesale (bukan Lottemart hypermarket).
Dengan muka masam terpaksa aku membeli kantong plastik, tahu begitu aku tadi bawa tas rangsel saja. Kantong plastik yang diberikan relatif besar (hampir seukuran kantong laundry hotel, berwarna merah, bertuliskan Lottemart Wholesale, dengan bahan yang relatif besar dan kuat. Cukup beralasan jika dipatok dengan harga 3500. Mungkin manajemen Makro dan digantikan oleh Lottemart Wholesale, berpikiran bahwa segmen bisnis mereka bukan final costumer melainkan penjualan eceran yang membeli (kulakan) dalam jumlah relatif besar dan tidak butuh kantong plastik karena biasanya mereka membawa kendaraan pribadi untuk memuat barang belanjaannya yang relatif banyak. Namun, jika memang customer target mereka adalah penjual eceran, kok lottemart wholesale masih saja menjual buah-buahan, ikan-ikan, daging yang bisa dibeli secara kiloan. Pakaian jadi, peralatan dapur, ataupun perabot rumah tangga lainnya pun tidak diharuskan membeli dalam partai besar seperti sistem grosiran. Berarti dengan kata lain Lottemart Whole sale tidak seutuhnya menerapkan sistem grosiran namun juga menyasar konsumen akhir.
Aku jadi teringat sekitar tahun 2005 saat masih kuliah di Jogja, dibuka pula Makro di Ring Road Utara, Maguwo. Saat dibuka pertama kali, rame berbondong-bondong masyarakat Jogja mengunjunginya. Maklum, tersiar kabar kalau harga barang-barang di Makro lebih murah. Namun, selang beberapa lama kemudian, Makro di Jogja sepi akan pembeli, kata orang-orang karena di Makro diharuskan membeli Kantong Plastik jika menginginkannya. Entah benar atau tidak, hanya gara-gara kantong plastik bisa berakibat 'fatal' terhadap image usaha. Memang kebanyakan warga Jogja kala itu (nggak tahu kalau sekarang) merupakan tipe konsumen "Price Sensitive" yang cenderung konservatif. Mungkin kalau warga Jakarta tak masalah membeli kantong plastik seharga 500 rupiah, namun bagi konsumen tipe "Price Sensitive" sekecil apa pun perbedaan harga atau biaya tambahan sangat menjadikan pertimbangan untuk keputusan mereka untuk membeli lagi di tempat tersebut.
Mungkin ada sisi positif juga Lottemart wholesale menerapkan pembelian kantong plastik. Jadi masyarakat bisa belajar lebih menghargai kantong plastik yang menjadi sumber pencemaran lingkungan jika menjadi limbah karena sulit terdegradasi oleh tanah secara alami. Konsumen bisa mulai budaya membawa kantong plastik sendiri atau tas rangsel saat berbelanja ke Lottemart wholesale, sehingga konsumsi kantong plastik di negeri ini bisa berkurang jika masyarakat kita mulai membiasakan membawa kantong plastik sendiri saat belanja. Namun, biasanya masyarakat agak malu jika membawa kantong plastik di pusat perbelanjaan. Tapi sebenarnya busaya membawa kantong plastik atau kantong belanjaan sendiri sudah dari dulu dilakukan oleh Ibu-Ibu kita dimana saat belanja di pasar tradisional membawa kantong/tas belanjaan khusus ke pasar, atau kantong plastik bekas.
Ngomong-ngomong kantong plastik yang kubeli tadi lumayan juga bisa kupakai jadi tempat pakaian kotor, toh plastiknya tebal dan besar, daripada beli keranjang plastik, he he....
Saturday, January 26, 2013
Memandang Dari Sudut yang Berbeda
Jauh dari anak istri adalah sesuatu yang menyakitkan bagi sebagian besar pria. Namun coba kita lihat dari sudut pandang yang berbeda.
Pertama, banyak terjadi kasus sepasang suami istri yang tinggal serumah cek-cok setiap hari, hanya gara-gara hal sepele. Percek-cokan itu tentunya bisa mempengaruhi psikologis si anak jika melihat atau mendengarnya. Jadilah si anak menjadi pemurung, suka tidak betah di rumah, prestasi sekolahnya menurun bahkan terjerumus narkoba hanya gara-gara ayah ibunya yang tidak harmonis.
Kedua, bertemu dengan anak istri seminggu, sebulan, atau beberapa bulan sekali pasti ada hikmahnya. Kita pasti selalu mengharapkan momen pertemuan itu. Komunikasi walaupun jarak jauh menggunakan telepon bisa selalu intens. Rasa kangen akan anak istri yang menggebu dan terobati saat bertemu tentunya menambah semangat kita dalam bekerja.
Ketiga, jauh dari keluarga membuat kita lebih sadar akan pentingnya waktu kebersamaan bersama keluarga, sehingga kita tidak menyia-nyiakan waktu yang sempit kala pertemuan itu. Adakalanya pasutri yang tinggal seatap kurang menyadari pentingnya waktu berkumpul menjalin kehangatan dan kebersamaan bersama keluarga. Malah banyak kasus, si Istri sibuk arisan, si Suami sibuk lembur di kantor dan sampai rumah langsung tidur, dan lagi-lagi korbannya adalah anak-anak yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang orang tuanya sehingga mencari hal-hal yuang mereka anggap menarik di luar rumah yang tanpa mereka sadari bisa-bisa terjebak dengan pergaulan bebas ataupun narkoba karena lemahnya kontrol orang tua mereka.
Memang benar jika rumah tangga yang ideal adalah suami istri tinggal serumah dengan anak-anak mereka. Idealnya dengan tinggal bersama, segala urusan mengenai keluarga bisa diselesaikan dan diputuskan bersama, anak-anak setiap hari mendapat perhatian dan kasih sayang serta figur panutan dari kedua orang tuanya. Namun, seringkali tugas sang suami ataupun istri yang mengharuskan pindah keluar kota bahkan luar pulau atau negara, tak harus menjadi penghalang keharmonisan dan keutuhan sebuah keluarga jika kita masing-masing menyadari posisi dan peran kita sebagai suami, istri ataupu orang tua dari anak-anak kita.
Selalu mengeluh ataupun merasa sedih karena jauh dari keluarga bukanlah solusi. Solusi yang sebenarnya adalah merubah mind set kita untuk mencoba bersyukur dan bahagia dengan kondisi kita saat ini.
Beropini memang mudah, tak sesukar melakukannya, tapi tak ada salahnya untuk kita mencobanya.
Pertama, banyak terjadi kasus sepasang suami istri yang tinggal serumah cek-cok setiap hari, hanya gara-gara hal sepele. Percek-cokan itu tentunya bisa mempengaruhi psikologis si anak jika melihat atau mendengarnya. Jadilah si anak menjadi pemurung, suka tidak betah di rumah, prestasi sekolahnya menurun bahkan terjerumus narkoba hanya gara-gara ayah ibunya yang tidak harmonis.
Kedua, bertemu dengan anak istri seminggu, sebulan, atau beberapa bulan sekali pasti ada hikmahnya. Kita pasti selalu mengharapkan momen pertemuan itu. Komunikasi walaupun jarak jauh menggunakan telepon bisa selalu intens. Rasa kangen akan anak istri yang menggebu dan terobati saat bertemu tentunya menambah semangat kita dalam bekerja.
Ketiga, jauh dari keluarga membuat kita lebih sadar akan pentingnya waktu kebersamaan bersama keluarga, sehingga kita tidak menyia-nyiakan waktu yang sempit kala pertemuan itu. Adakalanya pasutri yang tinggal seatap kurang menyadari pentingnya waktu berkumpul menjalin kehangatan dan kebersamaan bersama keluarga. Malah banyak kasus, si Istri sibuk arisan, si Suami sibuk lembur di kantor dan sampai rumah langsung tidur, dan lagi-lagi korbannya adalah anak-anak yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang orang tuanya sehingga mencari hal-hal yuang mereka anggap menarik di luar rumah yang tanpa mereka sadari bisa-bisa terjebak dengan pergaulan bebas ataupun narkoba karena lemahnya kontrol orang tua mereka.
Memang benar jika rumah tangga yang ideal adalah suami istri tinggal serumah dengan anak-anak mereka. Idealnya dengan tinggal bersama, segala urusan mengenai keluarga bisa diselesaikan dan diputuskan bersama, anak-anak setiap hari mendapat perhatian dan kasih sayang serta figur panutan dari kedua orang tuanya. Namun, seringkali tugas sang suami ataupun istri yang mengharuskan pindah keluar kota bahkan luar pulau atau negara, tak harus menjadi penghalang keharmonisan dan keutuhan sebuah keluarga jika kita masing-masing menyadari posisi dan peran kita sebagai suami, istri ataupu orang tua dari anak-anak kita.
Selalu mengeluh ataupun merasa sedih karena jauh dari keluarga bukanlah solusi. Solusi yang sebenarnya adalah merubah mind set kita untuk mencoba bersyukur dan bahagia dengan kondisi kita saat ini.
Beropini memang mudah, tak sesukar melakukannya, tapi tak ada salahnya untuk kita mencobanya.
Thursday, January 24, 2013
Hobi Kok Mati Listrik
Kepiting Kenari, Kuku Macan/Amplang, Pasar Kebun Sayur dan tentunya udara yang panas menjadi ciri khas kota Balikpapan. Namun aku perlu menambahkan satu lagi ciri khasnya, yaitu mati lampu/listrik!
Sungguh Ironis, kota yang terkenal dengan minyaknya sejak zaman Belanda ini sering mengalami krisis listrik. Batubara yang melimpah di Kalimantan Timur, tak mampu membuat Kalimantan terang benderang, maklum sebagian besar untuk ekspor dan bahan bakar pembangkit listrik di Jawa.
Tidak seperti di Jawa yang jarang sekali mati listrik. Di Balikpapan mati listrik bisa dari pagi hari sampai malam hari. Aku tidak bisa membayangkan kota Balikpapan yang sebesar itu saja kerap mati lampu, apalagi kota-kota kecil di pedalaman Kalimantan bagaimana ya, mungkin bisa tiga kali sehari kali ya, kayak minum obat frekuensi mati lampunya......
Memang mal-mal, rumah sakit, ataupun fasilitas pemerintah lainnya pada umumnya mempunyai genset untuk backup listriknya, namun bagaimana dengan penduduk yang relatif berat untuk membeli dan mengoperasionalkan genset? Bagi rumah keluarga menengah ke atas mungkin tak jadi soal jika listrik PLN mati karena sudah punya genset, namun bagi yang tidak punya akan sangat tersiksa.
Bayangkan kalau listrik mati di tengah cuaca Balikpapan yang panas menyengat, pastinya membuat sangat gerah karena tidak bisa menyalakan AC ataupun sekedar kipas angin. Jika mati lampu ditambah dengan matinya air PDAM, wah sungguh lengkaplah penderitaan si empunya rumah.
Perkembangan kota Balikpapan yang sangat pesat dengan maraknya pembangunan mal-mal baru, apartemen, dan perumahan tentunya harus ditunjang dengan infrastruktur kelistrikan yang memadai. Pemerintah harus segera membangun pembangkit-pembangkit baru, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik yang berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan per kapita. Jangan hanya berkampanye hemat listrik, karena semakin sejahtera suatu masyarakat kebutuhan listriknya akan semakin besar, yang dulunya tidak pakai kipas sate beralih pakai kipas angin, begitu pula yang dulu hanya memakai kipas angin beralih menggunakan AC, dan yang dulu hanya punya satu AC untuk di kamar tidur utama sekarang jadi semua ruangan diberi AC. Masyarakat akan terus mengejar kenyamanan, dan susah pastinya mengajak mereka berhemat walaupun TDL terus naik, karena mereka rela mengeluarkan biaya lebih demi kenyamanan yang sudah mereka rasakan. Kecuali kalau ada kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan suatu rumah diberi batasan misal pemasangan daya maksimal untuk rumah tangga sebesar 1300 Watt. Namun, hal tersebut tentunya sulit direalisasikan mengingat pasti akan mendapatkan tentangan yang cukup keras dari kalangan menengah keatas, bahkan pejabat-pejabat pembuat kebijakan pun pasti enggan untuk menyetujuinya karena kebutuhan listrik rumah tangga mereka yang relatif besar.
Pemerintah sudah saatnya memberikan insentif bagi pengembangan industri solar cell yang sekarang masing tergolong mahal sehingga adopsinya di masyarakat sangat rendah. Pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan seperti angin dan matahari tentunya dalam jangka panjang akan mengurangi beban operasional pemerintah dan mengurangi ketergantungan dengan BBM dan batubara yang harganya sering berfluktuatif walaupun untuk tahap awalnya membutuhkan investasi yang lebih besar.
Kebutuhan listrik nasional semakin tahun semakin besar, tak terkecuali dengan Balikpapan, kota dengan perkembangan tercepat di Kalimantan. Kalau memang pemerintah pusat masih memprioritaskan Jawa khususnya Jakarta, sudah saatnya pemerintah daerah tidak berpangku tangan mengandalkan uluran tangan pemerintah pusat untuk membangun pembangkit listrik.
Provinsi Kalimantan Timur yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya terutama energi, sesungguhnya mampu untuk membangun kemandirian sistem kelistrikan yang selama ini tidak mampu disuplai 100 % oleh PLN jika ada niatan yang kuat dari pemimpinnya dan dukungan masyarakat.
Bersyukur, itulah hikmah yang kurasakan dengan tinggal di Balikpapan hampir 4 bulan ini. Bagaimana tidak, aku yang selama ini tinggal di Jawa menikmati begitu banyak kemudahan, jarang mati listrik, BBM pun mudah di dapat, cuaca yang tidak terlalu panas, air yang relatif mudah didapat dan bersih, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, masih saja sering mengeluh. Aku seharusnya malu dengan perjuangan orang-orang disini dalam mencari nafkah dan tinggal di kota dengan segala toleransi akan kekurangan kota ini terutama terhadap 'hobi' mati listriknya.
Sungguh Ironis, kota yang terkenal dengan minyaknya sejak zaman Belanda ini sering mengalami krisis listrik. Batubara yang melimpah di Kalimantan Timur, tak mampu membuat Kalimantan terang benderang, maklum sebagian besar untuk ekspor dan bahan bakar pembangkit listrik di Jawa.
Tidak seperti di Jawa yang jarang sekali mati listrik. Di Balikpapan mati listrik bisa dari pagi hari sampai malam hari. Aku tidak bisa membayangkan kota Balikpapan yang sebesar itu saja kerap mati lampu, apalagi kota-kota kecil di pedalaman Kalimantan bagaimana ya, mungkin bisa tiga kali sehari kali ya, kayak minum obat frekuensi mati lampunya......
Memang mal-mal, rumah sakit, ataupun fasilitas pemerintah lainnya pada umumnya mempunyai genset untuk backup listriknya, namun bagaimana dengan penduduk yang relatif berat untuk membeli dan mengoperasionalkan genset? Bagi rumah keluarga menengah ke atas mungkin tak jadi soal jika listrik PLN mati karena sudah punya genset, namun bagi yang tidak punya akan sangat tersiksa.
Bayangkan kalau listrik mati di tengah cuaca Balikpapan yang panas menyengat, pastinya membuat sangat gerah karena tidak bisa menyalakan AC ataupun sekedar kipas angin. Jika mati lampu ditambah dengan matinya air PDAM, wah sungguh lengkaplah penderitaan si empunya rumah.
Perkembangan kota Balikpapan yang sangat pesat dengan maraknya pembangunan mal-mal baru, apartemen, dan perumahan tentunya harus ditunjang dengan infrastruktur kelistrikan yang memadai. Pemerintah harus segera membangun pembangkit-pembangkit baru, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik yang berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan per kapita. Jangan hanya berkampanye hemat listrik, karena semakin sejahtera suatu masyarakat kebutuhan listriknya akan semakin besar, yang dulunya tidak pakai kipas sate beralih pakai kipas angin, begitu pula yang dulu hanya memakai kipas angin beralih menggunakan AC, dan yang dulu hanya punya satu AC untuk di kamar tidur utama sekarang jadi semua ruangan diberi AC. Masyarakat akan terus mengejar kenyamanan, dan susah pastinya mengajak mereka berhemat walaupun TDL terus naik, karena mereka rela mengeluarkan biaya lebih demi kenyamanan yang sudah mereka rasakan. Kecuali kalau ada kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan suatu rumah diberi batasan misal pemasangan daya maksimal untuk rumah tangga sebesar 1300 Watt. Namun, hal tersebut tentunya sulit direalisasikan mengingat pasti akan mendapatkan tentangan yang cukup keras dari kalangan menengah keatas, bahkan pejabat-pejabat pembuat kebijakan pun pasti enggan untuk menyetujuinya karena kebutuhan listrik rumah tangga mereka yang relatif besar.
Pemerintah sudah saatnya memberikan insentif bagi pengembangan industri solar cell yang sekarang masing tergolong mahal sehingga adopsinya di masyarakat sangat rendah. Pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan seperti angin dan matahari tentunya dalam jangka panjang akan mengurangi beban operasional pemerintah dan mengurangi ketergantungan dengan BBM dan batubara yang harganya sering berfluktuatif walaupun untuk tahap awalnya membutuhkan investasi yang lebih besar.
Kebutuhan listrik nasional semakin tahun semakin besar, tak terkecuali dengan Balikpapan, kota dengan perkembangan tercepat di Kalimantan. Kalau memang pemerintah pusat masih memprioritaskan Jawa khususnya Jakarta, sudah saatnya pemerintah daerah tidak berpangku tangan mengandalkan uluran tangan pemerintah pusat untuk membangun pembangkit listrik.
Provinsi Kalimantan Timur yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya terutama energi, sesungguhnya mampu untuk membangun kemandirian sistem kelistrikan yang selama ini tidak mampu disuplai 100 % oleh PLN jika ada niatan yang kuat dari pemimpinnya dan dukungan masyarakat.
Bersyukur, itulah hikmah yang kurasakan dengan tinggal di Balikpapan hampir 4 bulan ini. Bagaimana tidak, aku yang selama ini tinggal di Jawa menikmati begitu banyak kemudahan, jarang mati listrik, BBM pun mudah di dapat, cuaca yang tidak terlalu panas, air yang relatif mudah didapat dan bersih, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, masih saja sering mengeluh. Aku seharusnya malu dengan perjuangan orang-orang disini dalam mencari nafkah dan tinggal di kota dengan segala toleransi akan kekurangan kota ini terutama terhadap 'hobi' mati listriknya.
Wednesday, January 23, 2013
Bank Mandiri, Tahu Apa yang Ku Mau
Januari 2009, aku resmi menjadi seorang pegawai salah satu Kementerian di Jakarta. Semua pegawai diwajibkan membuka rekening di Bank Mandiri, karena kebijakan di Kementerianku jika payroll pegawai harus melalui Bank Mandiri. Kolektif kami membuat rekening di Kantor Cabang Bank Mandiri Iskandarsyah, Blok M.
Bagi para traveler sejati atau bagi pebisnis yang sering melakukan perjalanan bisnis dengan pesawat terbang, Bank Mandiri meluncurkan salah satu produk dari Mandiri Kartu Kredit yaitu, SKYZ Card. Kartu ini memberikan banyak manfaat, diantaranya fasilitas Free Airport Lounge di berbagai Bandara di Indonesia, poin kartu kredit yang bisa diubah menjadi air mileage berbagai maskapai penerbangan, serta asuransi perjalanan untuk tiket yang dibeli menggunakan SKYZ Card.
Di koran, di majalah, dan di televisi aku lihat iklan Bank Mandiri yang menggembar-gemborkan tentang mudahnya bertransaksi melalui internet banking. Aku masih awam dengan istilah itu. Di iklan kulihat seorang eksekutif muda menggenggam sebuah benda kecil, mempunyai tombol-tombol angka, berwarna biru, tapi yang jelas bukan handphone. Ternyata itu yang dinamakan TOKEN, sebuah alat pengacak PIN untuk transaksi melalui internet banking. Langsung saja aku tertarik untuk memilikinya, agar terlihat keren seperti para eksekutif muda, padahal nominal rekening masih sedikit lebih tinggi dari UMP DKI Jakarta 2013. Kubelilah token seharga 20 ribu rupiah, dan dijelaskan penggunaannya oleh customer service plus diberi buku panduannya.
Pertama kali aku menggunakan layanan internet banking mandiri adalah untuk mengecek saldo, maklum masih coba-coba mengenal fitur-fiturnya. Ternyata i-banking mandiri bisa juga untuk beli pulsa seluler. "Wah cocok nih kalau malam-malam kehabisan pulsa, nggak perlu bingung cari penjual pulsa!", pikirku kala itu. Sejak saat itu, aku sering membeli pulsa baik untuk handphone ataupun modem internet melalui i-banking Mandiri.
Kedua, aku menggunakan internet banking Mandiri untuk transfer antar rekening mandiri. Iuran kebersihan dan keamanan perumahan pun aku transfer ke pengurus RT melalui i-banking Mandiri karena aku tidak mau repot harus menemui pengurus RT hanya sekedar membayar iuran bulanan. Yang pasti tentunya tidak dipungut sepeser pun biaya dari transaksi transfer antar rekening mandiri. Disamping itu, aku juga sering menggunakan i-banking mandiri untuk transfer ke bank lain melalui kliring dengan biaya sebesar 7500 rupiah kala itu, namun sejak akhir tahun 2012 sudah bisa transfer antar bank secara online dengan biaya cuma 5000 rupiah. Sungguh menghemat waktuku, daripada capek-capek ke Bank atau ke ATM hanya untuk transfer, fasilitas i-banking Mandiri ini memberi kemudahan bagi nasabahnya.
Ketiga, saat aku harus membeli tiket pesawat terbang, lagi-lagi Bank Mandiri memberikan excelent service untukku. Hampir semua maskapai penerbangan menerima pembayaran melalui fasilitas internet banking Mandiri, jadi aku tidak perlu repot-repot pinjam kartu kredit teman. Kita pun jadi lebih fleksibel menentukan jadwalnya dan tentunya harga tiket yang sesuai dengan kantong kita.
Keempat, layanan internet banking Bank Mandiri benar-benar memuaskanku. Bagaimana tidak, aku jadi lebih mudah dan merasa aman bertransaksi melalui internet banking untuk belanja online. Apalagi dengan fitur Clickpay saat ini menjadikan transaksi jadi lebih cepat, aman, dan barang pesanan pun lebih cepat sampai di tangan.
Kelima, kebetulan di rumahku menggunakan listrik PLN prabayar. Jadilah aku harus beli voucher listrik jika pulsa listriknya hampir habis. Disamping bisa dibeli melalui agen penjual ataupun di ATM, ternyata fitur internet banking mandiri menyediakan pembelian pulsa listrik prabayar. Coba kita bayangkan jika, listrik kita mati tengah malam dan lokasi ATM jauh dari rumah kita, maka akan sangat berisiko jika kita memaksakan pergi ke ATM hanya untuk membeli pulsa listrik. Lain halnya jika kita membeli pulsa listrik melalui internet banking Mandiri, pasti semua bisa dibeli tanpa kita beranjak dari tempat tidur.
Awal mula aku mempunyai token Bank Mandiri, teman-teman kantorku banyak yang bertanya-tanya. "Itu apaan Son, kok kayak kalkulator kecil?". Kujelaskan kalau itu alat pengacak PIN agar transaksi melalui internet banking terproteksi dengan tingkat keamanan yang tinggi. Kujelaskan pula segudang manfaat dan kelebihannya. Sekarang, hampir semua teman-temanku di kantor mempunyai token Bank Mandiri, yang tak lagi hanya berwarna biru, melainkan ada yang ungu, pink, dan transparan.
Internet Banking memang layanan unggulan dari Bank Mandiri yang semakin tahun semakin banyak penggunanya. Internet Banking Bank Mandiri benar-benar telah mengubah gaya hidupku menjadi lebih dinamis, efektif dan efisien.
Selain fasilitas Internet banking, Bank mandiri juga mempunyai fasilitas Mobile Banking yang aplikasinya sudah bisa diunduh untuk smartphone dengan sistem operasi iOS (iPhone), Android, dan Blackberry. Jadi kita pun bisa lebih mudah bertransaksi melalui smartphone tanpa harus menggunakan komputer desktop.
Mandiri juga menyediakan fasilitas kredit, diantaranya yang paling populer adalah Kredit Tanpa Agunan Mandiri (Mandiri KTA) dengan plafon kredit dan tenor yang fleksibel sesuai dengan kemampuan kita, serta mudah dalam proses pengajuannya. Bagi kita yang ingin membeli rumah, Mandiri menfasilitasi kita dengan Mandiri KPR dengan tenor sampai dengan 15 tahun sehingga semakin meringankan cicilan rumah kita.
Mandiri Tabungan memberikan berbagai macam fasilitas yang membuat kita semakin nyaman menjadi nasabah Bank Mandiri. ATM Mandiri yang telah tersebar luas di seluruh Indonesia, fasilitas transaksi Debit Mandiri yang sudah diterima di minimarket, supermarket, hypermarket, restoran, hingga Mall menjadikan kita tidak perlu repot-repot membawa uang tunai dalam jumlah banyak jika ingin bertransaksi. Bank Mandiri juga menawarkan Mandiri tabungan rencana yang dilindungi dengan asuransi sehingga memberikan ketenangan untuk masa depan keluarga kita.
Bagi para traveler sejati atau bagi pebisnis yang sering melakukan perjalanan bisnis dengan pesawat terbang, Bank Mandiri meluncurkan salah satu produk dari Mandiri Kartu Kredit yaitu, SKYZ Card. Kartu ini memberikan banyak manfaat, diantaranya fasilitas Free Airport Lounge di berbagai Bandara di Indonesia, poin kartu kredit yang bisa diubah menjadi air mileage berbagai maskapai penerbangan, serta asuransi perjalanan untuk tiket yang dibeli menggunakan SKYZ Card.
*****Bank Mandiri, Tahu Apa yang Kamu Mau*****
(tulisan tentang Bank Mandiri ini ditulis dalam rangka ikut lomba blog Bank Mandiri, tapi gk menang, namun sayang untuk dihapus.... :-) )
(tulisan tentang Bank Mandiri ini ditulis dalam rangka ikut lomba blog Bank Mandiri, tapi gk menang, namun sayang untuk dihapus.... :-) )
Sunday, January 20, 2013
Cerita Banjir Jakarta 2013
Banjir Jakarta awal 2013 ini memang dahsyat. Berita di tv nasional tak henti-hentinya menyiarkan kabar terkini dan siaran langsung dari lokasi banjir. Berita banjir kali ini mampu melenyapkan semua isu nasional yang sedang menjadi polemik.
Pagi itu kamis 17 Januari 2013, kubuka detikcom. Ada berita kalau air sudah menggenangi jalan Thamrin terutama di depan Sarinah dan Bunderan HI. Stasiun Tanah Abang pun telah terendam banjir. Langsung saja ku sms kakakku, apa dia sudah sampai di kantor. Ternyata dia turun di stasiun Palmerah dan berjalan kaki menuju flyover dan naik DAMRI turun di Dukuh Atas. Dari Dukuh atas ia berjalan kaki menuju kantornya di samping Plaza UOB dekat Grand Indonesia.
Ternyata dia sendirian yang datang ke kantor, bahkan OB pun tidak ada yang masuk, semua temannya kejebak banjir dan memutuskan balik ke rumah masing-masing. Selang beberapa menit kemudian listrik di kantornya padam, dia pun mati gaya karena internet sudah dipastikan mati.
Angkutan untuk menuju stasiun Palmerah dipastikan tidak ada yang jalan. Opsi menginap di kantor juga tidak memungkinkan karena listrik mati dan penjual-penjual makanan di sekitar kantor pun tutup. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menuju dengan tujuan stasiun Palmerah.
Dia lantas menelponku kalau ke Palmerah lewat mana. Kakakku memang belum hafal jalan-jalan di Jakarta. Tadinya dia berencana jalan melalui Benhil, tapi aku tahu itu jalannya memutar dan akan sangat jauh sekali, apalagi nanti jika di Benhil juga terhadang banjir. Lalu kubuka saja Google Map, kuarahkan dia melalui jalan di samping Wisma BNI 46, Hotel Shangrila, terus lurus ke Barat melalui pemakaman Karet Bivak, kemudian Pejompongan dan sampailah ke Palmerah.
Sekitar 1 jam dia berjalan kaki dengan sekali beretduh di bawah flyover karena hujan deras yang mengguyur. Akhirnya sampailah dia di stasiun Palmerah dan langsung mendapat kereta jurusan Serpong. Turun di Stasiun Sudimara, ambil motor yang dititipkan dan pulang ke rumahku di Grand Serpong 2 yang kebetulan kakakku tempati sambil mampir membeli nasi Padang favoritnya, karena dia ternyata saat pagi berangkat kantor hanya makan pisang dan kurma yang pasti terkuras tenaganya saat menerjang banjir dan berjalan kaki berkilo-kilo menyusuri jalanan Jakarta. Beruntung jalan dari Stasiun Sudimara sampai ke rumah tidak ada yang kebanjiran.
Untung kakakku sudah pindah kos dari kawasan Bendungan Hilir yang tak luput dari banjir tahun ini, kalau tidak pasti dia akan kerepotan. Aku juga selama hampir 4 tahun di Jakarta belum pernah mengalami banjir besar seperti itu dan keburu pindah tugas ke Balikpapan.
Banjir Jakarta tahun 2013 ini memang dahsyat. Bagaimana tidak, banjir sampai ke halaman istana dan beredar foto Presiden SBY yang menggulung celananya saat menginspeksi banjir di sekitar istana, padahal akan menerima kunjungan Presiden Argentina yang terpaksa ditunda beberapa jam.
Reporter TV One terlihat paling agresif dan ekspresif menyiarkan berita banjir, ada yang siaran live sambil mencari posisi di titik yang dalam sehingga tinggal dada ke atas yang kelihatan agar tampak dramatis. Adapula yang menyiarkan langsung dari Bunderan HI dan mengejar-ngejar wawancara dengan Jokowi yang saat itu naik gerobak menginspeksi banjir di kawasan HI.
Rumah-rumah dan Mal-mal elit di kawasan Pluit pun tak luput dari banjir. Kelapa Gading juga berubah menjadi 'sungai' seperti tahun 2007 silam. Menteng yang bebas banjir pun seolah tak berdaya karena jebolnya tanggul Banjir Kanal Barat yang selama ini melindungi kawasan perumahan paling berkelas di Jakarta ini. Kawasan perumahan elit Kebayoran Baru dan Pondok Indah luput dari banjir kali ini karena lokasinya yang tergolong lebih tinggi di Jakarta Selatan.
Namun yang membuatku paling penasaran adalah apakah perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang merupakan kawasan perumahan Mewah di lokasi 'Kepala Naga' yang berdasarkan promosi dari Feny Rose di Metro TV akan bebas banjir selama 1000 tahun tampaknya memang benar-benar bebas banjir karena sistem poldernya yang mengadopsi teknologi dari Negeri Kincir Angin? Sepertinya memang benar demikian adanya iklannya Feny Rose, karena tidak ada TV yang menyiarkan kawasan ini kebanjiran. PIK memang dituding sebagai salah satu biang keladi banjir, terutama banjir di Tol Bandara, karena memang PIK merupakan lahan bekas vegetasi Mangrove yang direklamasi dan tentunya menghilangkan potensi penampungan jutaan m kubik air. Wah, setelah banjir musim ini usai, bisa dipastikan Nilai Properti di kawasan PIK akan semakin naik tajam karena bebas banjir di saat kawasan elit Jakarta lainnya tak berhasil lolos dari kepungan banjir.
Semoga Pemda DKI di bawah kepemimpinan JOKOWI saat ini mampu membuat terobosan yang 'ekstrim' dan tentunya efektif untuk menanggulangi potensi banjir pada masa -masa mendatang.
Pagi itu kamis 17 Januari 2013, kubuka detikcom. Ada berita kalau air sudah menggenangi jalan Thamrin terutama di depan Sarinah dan Bunderan HI. Stasiun Tanah Abang pun telah terendam banjir. Langsung saja ku sms kakakku, apa dia sudah sampai di kantor. Ternyata dia turun di stasiun Palmerah dan berjalan kaki menuju flyover dan naik DAMRI turun di Dukuh Atas. Dari Dukuh atas ia berjalan kaki menuju kantornya di samping Plaza UOB dekat Grand Indonesia.
Ternyata dia sendirian yang datang ke kantor, bahkan OB pun tidak ada yang masuk, semua temannya kejebak banjir dan memutuskan balik ke rumah masing-masing. Selang beberapa menit kemudian listrik di kantornya padam, dia pun mati gaya karena internet sudah dipastikan mati.
Angkutan untuk menuju stasiun Palmerah dipastikan tidak ada yang jalan. Opsi menginap di kantor juga tidak memungkinkan karena listrik mati dan penjual-penjual makanan di sekitar kantor pun tutup. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menuju dengan tujuan stasiun Palmerah.
Dia lantas menelponku kalau ke Palmerah lewat mana. Kakakku memang belum hafal jalan-jalan di Jakarta. Tadinya dia berencana jalan melalui Benhil, tapi aku tahu itu jalannya memutar dan akan sangat jauh sekali, apalagi nanti jika di Benhil juga terhadang banjir. Lalu kubuka saja Google Map, kuarahkan dia melalui jalan di samping Wisma BNI 46, Hotel Shangrila, terus lurus ke Barat melalui pemakaman Karet Bivak, kemudian Pejompongan dan sampailah ke Palmerah.
Sekitar 1 jam dia berjalan kaki dengan sekali beretduh di bawah flyover karena hujan deras yang mengguyur. Akhirnya sampailah dia di stasiun Palmerah dan langsung mendapat kereta jurusan Serpong. Turun di Stasiun Sudimara, ambil motor yang dititipkan dan pulang ke rumahku di Grand Serpong 2 yang kebetulan kakakku tempati sambil mampir membeli nasi Padang favoritnya, karena dia ternyata saat pagi berangkat kantor hanya makan pisang dan kurma yang pasti terkuras tenaganya saat menerjang banjir dan berjalan kaki berkilo-kilo menyusuri jalanan Jakarta. Beruntung jalan dari Stasiun Sudimara sampai ke rumah tidak ada yang kebanjiran.
Untung kakakku sudah pindah kos dari kawasan Bendungan Hilir yang tak luput dari banjir tahun ini, kalau tidak pasti dia akan kerepotan. Aku juga selama hampir 4 tahun di Jakarta belum pernah mengalami banjir besar seperti itu dan keburu pindah tugas ke Balikpapan.
Banjir Jakarta tahun 2013 ini memang dahsyat. Bagaimana tidak, banjir sampai ke halaman istana dan beredar foto Presiden SBY yang menggulung celananya saat menginspeksi banjir di sekitar istana, padahal akan menerima kunjungan Presiden Argentina yang terpaksa ditunda beberapa jam.
Reporter TV One terlihat paling agresif dan ekspresif menyiarkan berita banjir, ada yang siaran live sambil mencari posisi di titik yang dalam sehingga tinggal dada ke atas yang kelihatan agar tampak dramatis. Adapula yang menyiarkan langsung dari Bunderan HI dan mengejar-ngejar wawancara dengan Jokowi yang saat itu naik gerobak menginspeksi banjir di kawasan HI.
Rumah-rumah dan Mal-mal elit di kawasan Pluit pun tak luput dari banjir. Kelapa Gading juga berubah menjadi 'sungai' seperti tahun 2007 silam. Menteng yang bebas banjir pun seolah tak berdaya karena jebolnya tanggul Banjir Kanal Barat yang selama ini melindungi kawasan perumahan paling berkelas di Jakarta ini. Kawasan perumahan elit Kebayoran Baru dan Pondok Indah luput dari banjir kali ini karena lokasinya yang tergolong lebih tinggi di Jakarta Selatan.
Namun yang membuatku paling penasaran adalah apakah perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang merupakan kawasan perumahan Mewah di lokasi 'Kepala Naga' yang berdasarkan promosi dari Feny Rose di Metro TV akan bebas banjir selama 1000 tahun tampaknya memang benar-benar bebas banjir karena sistem poldernya yang mengadopsi teknologi dari Negeri Kincir Angin? Sepertinya memang benar demikian adanya iklannya Feny Rose, karena tidak ada TV yang menyiarkan kawasan ini kebanjiran. PIK memang dituding sebagai salah satu biang keladi banjir, terutama banjir di Tol Bandara, karena memang PIK merupakan lahan bekas vegetasi Mangrove yang direklamasi dan tentunya menghilangkan potensi penampungan jutaan m kubik air. Wah, setelah banjir musim ini usai, bisa dipastikan Nilai Properti di kawasan PIK akan semakin naik tajam karena bebas banjir di saat kawasan elit Jakarta lainnya tak berhasil lolos dari kepungan banjir.
Semoga Pemda DKI di bawah kepemimpinan JOKOWI saat ini mampu membuat terobosan yang 'ekstrim' dan tentunya efektif untuk menanggulangi potensi banjir pada masa -masa mendatang.
Friday, January 18, 2013
Menjinakkan Kartu Kredit yang Selalu Menggoda
Berkali-kali aku apply kartu kredit ke BCA dan Mandiri tak pernah sekali pun di-approve. Aku tak habis pikir, apa analis kreditnya goblok-goblok ya.... masak calon nasabah potensial sepertiku tak dilirik sedikitpun, atau mungkin analisnya terlalu pintar, jadi sudah tahu kalau profil nasabah sepertiku tidak akan menguntungkan bisnis mereka, ha ha....
Tidak bisa membuat kartu kredit sendiri tidak masalah bagiku. Kebetulan kakakku malah membuatkan kartu kredit tambahan untukku yang malahan free iuran bulanan/tahunan seumur hidup. CIMB Niaga Mastercard, itulah kartu kredit pertamaku, walaupun bukan kartu utama. Kemudian kakakku juga membuatkanku kartu tambahan dari Kartu Kredit BNI Hasanah yang bebas iuran juga.
Lama kiranya aku tak menggunakan kartu kredit yang dibuatkan kakakku, disamping aku masih gamang untuk menggunakannya karena banyaknya informasi di media kalau transaksi menggunakan kartu kredit sangat berisiko, juga karena aku belum terdesak dengan kebutuhan yang menuntutku untuk menggunakan kartu kredit alias uang simpananku masih banyak, he he....
Sampai lah saatnya sekitar pertengahan tahun 2011, saat aku berjalan-jalan di Gandaria City dan lewat toko Global Teleshop dan aku ingin mencoba menggunakan kartu kreditku. Jadilah kubeli HP Nokia seharga 800 ribu, kebetulan ada program cicilan 0% selama 12 x menggunakan kartu kredit CIMB Niaga. "Wah ringan sekali, pasti nggak terasa!", pikirku saat itu.
Memang seiring berjalannya waktu cicilannya tidak terasa sampai lunas, karena cuma sekitar 67ribu per bulan. Nah, aku baru benar-benar merasakan manfaat menggunakan kartu kredit saat aku mulai mengisi rumah baruku dengan perabot-perabot rumah tangga. Uang simpananku yang sudah terkuras untuk DP rumah dan proses Akad KPR, tak mungkin aku bisa membeli perabot, kecuali dengan Kartu 'Sakti' alias credit card.
Aku pun membeli Spring Bed, Kulkas, dan AC dengan kartu kredit. Untungnya untuk spring bed yang harganya lumayan mahal bisa dicicil 12 kali, sedangkan untuk barang elektroniknya hanya bisa dicicil 6 kali dengan bunga 0% tentunya. Baru tahu enaknya punya kartu kredit, bisa ngutang dulu dan nggak terlalu terasa bayar cicilannya, he he......
Manfaat kartu kredit semakin kurasakan saat aku harus pindah tugas ke Balikpapan. Paling tidak sebualan sekali atau saat ada cuti bersama aku pulang ke Jawa menemui anak istriku. Satu-satunya transport yang paling cepat tentu harus memakai jasa pesawat terbang. Dulu jika aku membeli tiket pesawat secara online lebih sering memakai kartu debit, namun sekarang aku lebih memilih memakai kartu kredit karena lebih praktis, tidak kena bunga jika tidak telat bayar, dan tentunya yang paling asik bisa ngutang, he he......
Akhirnya aku sekarang mempunyai kartu kredit atas namaku sendiri, karena pihak Bank CIMB Niaga menawariku untuk dibuatkan secara terpisah, tidak gabung lagi sebagai kartu tambahan dari kakakku. Malahan sekarang aku sekarang punya 2 kartu kredit dari CIMB Niaga, Mastercard Gold dan Syariah Mastercard yang keduanya gratis iuran seumur hidup.
******
Mempunyai kartu kredit haruslah bijak dan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Baca juga:
Tidak bisa membuat kartu kredit sendiri tidak masalah bagiku. Kebetulan kakakku malah membuatkan kartu kredit tambahan untukku yang malahan free iuran bulanan/tahunan seumur hidup. CIMB Niaga Mastercard, itulah kartu kredit pertamaku, walaupun bukan kartu utama. Kemudian kakakku juga membuatkanku kartu tambahan dari Kartu Kredit BNI Hasanah yang bebas iuran juga.
Lama kiranya aku tak menggunakan kartu kredit yang dibuatkan kakakku, disamping aku masih gamang untuk menggunakannya karena banyaknya informasi di media kalau transaksi menggunakan kartu kredit sangat berisiko, juga karena aku belum terdesak dengan kebutuhan yang menuntutku untuk menggunakan kartu kredit alias uang simpananku masih banyak, he he....
Sampai lah saatnya sekitar pertengahan tahun 2011, saat aku berjalan-jalan di Gandaria City dan lewat toko Global Teleshop dan aku ingin mencoba menggunakan kartu kreditku. Jadilah kubeli HP Nokia seharga 800 ribu, kebetulan ada program cicilan 0% selama 12 x menggunakan kartu kredit CIMB Niaga. "Wah ringan sekali, pasti nggak terasa!", pikirku saat itu.
Memang seiring berjalannya waktu cicilannya tidak terasa sampai lunas, karena cuma sekitar 67ribu per bulan. Nah, aku baru benar-benar merasakan manfaat menggunakan kartu kredit saat aku mulai mengisi rumah baruku dengan perabot-perabot rumah tangga. Uang simpananku yang sudah terkuras untuk DP rumah dan proses Akad KPR, tak mungkin aku bisa membeli perabot, kecuali dengan Kartu 'Sakti' alias credit card.
Aku pun membeli Spring Bed, Kulkas, dan AC dengan kartu kredit. Untungnya untuk spring bed yang harganya lumayan mahal bisa dicicil 12 kali, sedangkan untuk barang elektroniknya hanya bisa dicicil 6 kali dengan bunga 0% tentunya. Baru tahu enaknya punya kartu kredit, bisa ngutang dulu dan nggak terlalu terasa bayar cicilannya, he he......
Manfaat kartu kredit semakin kurasakan saat aku harus pindah tugas ke Balikpapan. Paling tidak sebualan sekali atau saat ada cuti bersama aku pulang ke Jawa menemui anak istriku. Satu-satunya transport yang paling cepat tentu harus memakai jasa pesawat terbang. Dulu jika aku membeli tiket pesawat secara online lebih sering memakai kartu debit, namun sekarang aku lebih memilih memakai kartu kredit karena lebih praktis, tidak kena bunga jika tidak telat bayar, dan tentunya yang paling asik bisa ngutang, he he......
Akhirnya aku sekarang mempunyai kartu kredit atas namaku sendiri, karena pihak Bank CIMB Niaga menawariku untuk dibuatkan secara terpisah, tidak gabung lagi sebagai kartu tambahan dari kakakku. Malahan sekarang aku sekarang punya 2 kartu kredit dari CIMB Niaga, Mastercard Gold dan Syariah Mastercard yang keduanya gratis iuran seumur hidup.
******
Mempunyai kartu kredit haruslah bijak dan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pilihlah kartu kredit yang mempunyai banyak tawaran menguntungkan dan merupakan partnership tenant-tenant ternama.
- Lebih baik memilih kartu kredit yang membebaskan iuran bulanan/tahunan seumur hidup, jadi tidak merasa rugi jika tidak digunakan
- Bijaklah dalam membeli barang. Belilah barang yang benar-benar diperlukan dengan tetap memperhitungkan kemampuan membayar cicilannya.
- Bayarlah sebelum jatuh tempo, dan jangan membiasakan hanya membayar tagihan minimumnya karena akan semakin membengkak tagihan Anda karena bunga berbunganya.
- Pilihlah opsi e-billing melalui email agar tagihan lebih cepat sampai dan mudah terpantau jika kita memang sering mobile. Manfaat lainnya, biasanya kita tidak akan dikenakan charge biaya pencetakan billing.
- Rajinlah mengecek rincian tagihan kartu kredit kita, karena seringkali pihak Bank salah dalam melakukan pencatatan, sehingga kita bisa segera komplain ke bank. Misalnya jika ada promo untuk mengubah semua transaksi pembelian tunai menjadi cicilan selama beberapa bulan dengan bunga 0%, kita harus memastikan ke costumer service kartu kredit tersebut agar benar-benar diubah menjadi cicilan serta mengecek rincian di tagihan apa sudah benar diubah menjadi cicilan, karena banyak kasus walaupun nasabah sudah confirm, tapi di billing yang ditagihkan masih tercetak pembelian secara tunai, bukan cicilan.
- Manfaatkan pembelian barang-barang dari tenant-tenant yang memberikan cicilan 0%, syukur-syukur dengan tenor yang panjang.
- Jika tidak kepepet sekali, jangan menggunakan kartu kredit untuk menarik uang tunai di ATM, karena penarikan tunai akan dibebankan bunga yang relatif besar.
- Jika berbicara dengan costumer service, kita sebaiknya mencatat nama si operator, tanggal dan jam berapa waktu pembicaraan kita, untuk berjaga-jaga jika di kemudian hari ada sesuatu yang tidak sesuai dengan hasil pembicaraan bersama si operator.
- Jaga baik-baik kerahasiaan 3 nomor terakhir di belakang kartu kredit, karena biasanya untuk transaksi online, 3 nomor terakhir ini sebagai kunci verifikasinya.
- Jadilah nasabah yang baik dan disiplin, karena jika kita sekali saja terlambat membayar apalagi sampai default (gagal bayar) maka nama kita akan terekam jelek di database Bank Indonesia, yang akibatnya nantinya jika kita mengajukan kredit ke Bank semisal KPR ataupun kredit lainnya akan mengalami kesulitan.
Baca juga:
Cicilan KPR yang Mencekik
Tuesday, January 15, 2013
Pengalaman Ibu Naik Air Asia
Jam Setengah 5 WITA pagi ini aku terbangun oleh alarm HP yang sengaja kusetel tadi malam. Langsung kutelpon ibuku saat itu juga. Ternyata dari pembicaraan di telepon, beliau sudah siap untuk ke bandara, namun katanya di rumah sedang hujan deras sekali. Taksi 'Burung Biru' yang kupesan tadi malam pun belum nongol di depan rumah, padahal jika aku pesan taksi 'Burung Biru Group" selalu datang setengah jam lebih awal. memang sih aku pesannya untuk jam 4.00 WIB.
Aku langsung menelpon costumer service taksi dan katanya taksinya sudah OTW, aku jadi lega. namun, sekitar 10 menit kemudian, dari costumer service memberitahukan jika nomor taksi yang dikirim berubah, pada awalnya aku tak mempermasalahkan hal ini.
Menjelang pukul 4.00 WIB aku menelpon Ibu lagi, dan beliau mengatakan hujan masih deras, taksi pun belum datang. kutelpon kembali taksinya dan aku minta nomor HP sopirnya. Ternyata sopirnya masih terjebak banjir di Jalan Ciater Raya dekat perumahan Ciater Permai. Aku pun pasrah dan terus menelpon ibu, menanyakan sudah datang atau belum taksinya.
Menjelang setengah 5 WIB kutelpon lagi sopirnya, ternata dia sudah sampai di Pintu Gerbang Kompleks Perumahan Grand Serpong 2. Namun, dia berujar kalau disitu ada taksi lain dari group yang sama, dikiranya aku pesan 2 taksi. Dari telepon terdengar olehku debat antar kedua sopir itu siapa yang akan mengantarkan Ibuku ke Bandara. Si sopir yang kutelpon menyarankanku untuk menelpon ke kantor pusat taksi. Aku pun telpon customer service dan dengan nada agak tinggi aku minta mereka memutuskan siapa yang paling berhak mengantar Ibuku ke Bandara karena waktunya sudah sangat mepet sekali.
Pukul 04.35 WIB, Ibu baru berangkat dari rumah dengan jadwal yang sangat mepet. Aku sampai dag-dig dug memikirkan Ibu naik taksi menuju Bandara, mana hujan-hujan dan kalau-kalau terjadi banjir di jalan. Jadwal Take Off Air Asia ke Jogja pagi tadi pukul 05.50 WIB, sedangkan waktu terakhir boarding-nya pukul 05.30 WIB. Kutelpon lagi Ibu sekitar pukul 05.10 WIB, dan beliau belum sampai juga di Bandara. Akhirnya aku cuma berdoa agar Ibu tidak terlambat dan masih bisa masuk pesawat dan lancar perjalanannya.
Aku memutuskan untuk tidak menelpon lagi setelah telponku terakhir itu. Aku tahu kalau aku menelpon di saat Ibu terburu-buru boarding di Bandara pasti akan menambah gugup beliau. Aku berharap-harap cemas untuk mendapat tepon kabar dari Ibu. Aku sudah pasrah saat itu, kalau pun Ibu terlambat, toh masih bisa beli tiket baru dan ikut penerbangan selanjutnya, namun jika hal tiu terjadi pasti Ibu akan sangat kecewa dan aku pun tetap berharap hal itu tidak akan terjadi.
Pada pukul 07.10 WIB, tiba-tiba HP-ku berdering dan kudengar suara Ibu yang sangat bersemangat untuk menceritakan pengalamannya tadi pagi. Ibu mengabarkan bahwa beliau sudah sampai dengan selamat di Bandara Adi Sutjipto Jogja. Beliau tadi boarding sangat terburu-buru sekali, padahal Beliau baru pertama kali ke Terminal 3 Soeta. Beliau juga tidak bisa berlari mengejar pesawat walaupun petugas sudah menyuruh beliau berlari karena kakinya yang pernah patah karena kecelakaan hampir 2 tahun yang lalu. Beliau katanya hampir menangis karena mengejar pesawat dengan tentengan tas yang sebenarnya akan dimasukkannya ke bagasi pesawat. Untungnya ada petugas dari Air Asia yang membantu membawakan tas beliau sampai di kabin. Beliau pun berhasil masuk ke pesawat sebagai penumpang terakhir dan pintu pun langsung ditutup usai Beliau masuk dan tak lama kemudian langsung take off.
Di pesawat beliau mencoba minta minuman hangat kepada pramugari, namun karena dikasih tahu harga teh atau kopi sebesar 15ribu, Beliau pun membatalkan pesananannya. Kursi pesawat banyak yang kosong pagi tadi, dan beliau tidak duduk di kursi yang nomornya tertera di boarding pass. Beruntungnya lagi beliau saat berada di pesawat didekati oleh seorang pramugara dan sempat mengobrol dan ditawari teh hangat, awalnya beliau menolak tapi tetap saja sang pramugara ramah dan baik hati itu memberinya teh hangat dan roti gratis.
Ibu memang bukan sekali dua kali naik pesawat, dan beliau terkenal disiplin dan tepat waktu, paling tidak sejam sebelum boarding beliau sudah di ruang tunggu bandara. Namun kejadian tadi pagi adalah pengalaman pertama Ibu mengejar-ngejar pesawat di saat kondisi badanya tidak selincah dulu lagi. Untungnya Ibu tidak perlu cek in lagi di bandara karena sudah ku cek in-kan lewat internet dan mencetak sendiri boarding passnya. Perkiraan waktu yang sudah kusetting dan kuperkiraakan agar Ibu tidak terlalu lama menunggu di Bandara gagal total. Aku terlalu percaya diri dengan kebiasaanku naik taksi dari rumah kebandara yang paling lama 30 menit pada fajar hari dan kebiasaan kedatangan taksi 'biru' yang biasanya datang 30 menit lebih awal , ditambah lagi hujan dan banjir yang menghadang taksi pesananku pagi hari ini telah meruntuhkan kesombonganku sebagai activity planner. Alam dan Jakarta telah mengalahkan segala egoku.
Saat kutulis blog ini, pastinya ibu sedang berbaghagia dengan berkumpul bersama adik-adiknya di Jogja. Selamat Liburan Ibu.......
Balikpapan, 15 Januari 2013 (12.00 WITA)
Sunday, January 13, 2013
Mencari Rumah = Mencari Jodoh
Sepertinya ungkapan itu memang ada benarnya. Mencari rumah adalah gampang-gampang susah apalagi di Jakarta dan sekitarnya. Tentunya gampang jika kita seorang milyader yang tak perlu pusing memikirkan harga rumah, tinggal pilih yang disuka, langsung bayar dah. Namun, kebanyakan dari kita tentu yang sebaliknya.
Rumah di Jabodetabek 3 tahun terakhir ini naiknya gila-gila-an. Sudah nggak masuk akal menurutku, masak dalam waktu sesingkat itu harga rumah sebagian besar sudah naik lebih dari 100%. Untung aku masih bisa membeli rumah di tahun 2011 lalu, walaupun harga rumahku itu menurutku sudah terlalu mahal untukku.
Awal tahun 2011 aku kepikiran untuk membeli sebuah rumah, karena aku akan menikah tahun 2011 itu. Kucari-cari rumah di internet khususnya di kawasan Bintaro dan sekitarnya, soalnya kantorku waktu itu ada di Sektor 5 Bintaro. Banyak klaster-klaster kecil yang ditawarkan di internet, dan yang menarik perhatianku terus kudatangi langsung untuk ku-survei. Ada yang bagus, cocok dengan kualitas dan model rumahnya, namun nggak cocok dengan akses jalan masuknya yang relatif sempit karena masuk ke dalam gang, bukan di pinggir jalan utama.
Ada pula perumahan baru di sekitarnya yang aku sudah sangat sreg sekali dengan suasana dan lingkungannya, namun harganya tiba-tiba melonjak sangat tinggi, sehingga kuurungkan niatku untuk membelinya (aku juga bersyukur nggak jadi beli di perumahan itu, karena ternyata daerahnya dulu bekas sawah dan empang, serta jauh lebih rendah daripada daerah di sekitarnya).
Aku urungkan niatku untuk membeli rumah kala itu selama beberapa bulan, karena aku ingin konsentrasi dengan ujianku dan persiapan pernikahanku.
Beberapa hari setelah hari pernikahanku, istriku kuajak ke Jakarta. Kami berencana mengurus kepindahan tugas istriku dari daerah ke Kota Tangsel di BKD Tangsel. Dalam perjalanan kami menuju BKD kami melewati jalanan di Tangerang Selatan yang belum pernah kulalui, ada jalan Aria Putra, Jalan Ciater, sampai dengan Jalan Puspitek jurusan Parung Bogor. Namun, dalam perjalanan saat melintasi jalan Ciater, kami melihat banyak perumahan baru yang dibangun ada Rosewood, Grand Serpong, dan Beranda Serpong. Kami 'terpukau' dengan perumahan baru yang bangunannya tertata rapi, yang ternyata adalah Grand Serpong 2.
Usai dari BKD, kami menyempatkan untuk mengambil brosur perumahan Beranda Serpong di kantor marketingnya yang masih seperti bedeng tukang di pinggir jalan raya Ciater. Kami pun melanjutkan ke Grand Serpong 2 yang ternyata langsung membuat kami jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hati kami berdua saat itu.
Kami memilih rumah di Hoek dekat taman dengan tanah seluas 135 m2 dan bangunan mungil seluas 39 m2. Sebenarnya kami naksir dengan rumah tipe 51 dengan luas tanah 105, tetapi berhubung tinggal yang lokasinya terletak di tengah, maka kami pun mengurungkan niat, padahal bisa lebih murah sekitar 20juta dari harga rumah mungilku sekarang ini. Toh masih bisa diperluas sendiri rumahnya dengan sisa tanah yang lumayan dan yang pasti tentunya kualitas bangunan dengan membangun sendiri lebih bagus daripada bangunan developer hasil dari sub-sub kontraknya.
Aku yang terbiasa tinggal di desa dengan halaman yang luas membentuk mind set-ku kalau rumah ya harus ada halaman depan dan belakang dan samping yang dipenuhi dengan tanaman. Jadi aku lebih memilih luas tanah daripada luas bangunannya.
Yang belum aku habis pikir sampai sekarang ini, kok aku dan istriku saat itu langsung klop dan merasa berjodoh dengan rumah itu. Langsung lah aku kasih booking fee ke marketingnya. Kucicilah DP-nya sebanyak 5x dan kuambil KPR 15 tahun dengan BTN.
Rumah memang suatu kebutuhan pokok yang sebisa mungkin harus dipenuihi. Rumah sebagai simbol kemapanan memang tak lekang oleh zaman. Berapa banyak orang di negeri ini yang belum memiliki rumah sampai pensiun bahkan akhir hayatnya, berapa banyak pensiunan yang diusir paksa dari rumah dinas yang puluhan tahun ditempatinya.
Mempunyai sebuah rumah zaman sekarang ini memang perlu kenekatan. Untungnya ada KPR sebagai solusi. Melejitnya harga rumah di Jabodetabek yang menurutku sudah over value membuat harganya hanya terjangkau bagi segelintir orang ataupun investor (lebih tepatnya spekulan) rumah yang mengharapkan keuntungan jangka pendek berkah dari boomingnya industri perumahan Jabodetabek.
Benar memang kalau rumah itu laksana jodoh yang menanti pasangan hidupnya untuk dipinang. Ada kalanya jodoh kita ada orang yang selama ini dekat dengan kita dan tidak kita sangka-sangka, ataupun seseorang yang baru kita kenal namun kita sudah merasa cocok dan lancar semua urusan sampai ke pelaminan. Begitu pula rumah, kadang kita sudah mengincar lama rumah yang kita idam-idamkan namun banyak kendala yang menyulitkan kita untuk memilikinya, atau kadang kita baru lihat pertama kali rumah itu dan langsung cocok dengan lokasi, harga dan sebagainya sampai kelancaran finansial untuk memilikinya.
Jadi seperti jodoh, kalau Tuhan telah berkehendak kita memiliki rumah itu ya jadilah rumah itu milik kita walaupun pada awalnya kita merasa kesulitan dengan harganya, namun yakinlah niscaya Tuhan akan melancarkan rezeki kita untuk memilikinya.
Tidak berani nekat = Ngontrak seumur hidup
Rumah di Jabodetabek 3 tahun terakhir ini naiknya gila-gila-an. Sudah nggak masuk akal menurutku, masak dalam waktu sesingkat itu harga rumah sebagian besar sudah naik lebih dari 100%. Untung aku masih bisa membeli rumah di tahun 2011 lalu, walaupun harga rumahku itu menurutku sudah terlalu mahal untukku.
Awal tahun 2011 aku kepikiran untuk membeli sebuah rumah, karena aku akan menikah tahun 2011 itu. Kucari-cari rumah di internet khususnya di kawasan Bintaro dan sekitarnya, soalnya kantorku waktu itu ada di Sektor 5 Bintaro. Banyak klaster-klaster kecil yang ditawarkan di internet, dan yang menarik perhatianku terus kudatangi langsung untuk ku-survei. Ada yang bagus, cocok dengan kualitas dan model rumahnya, namun nggak cocok dengan akses jalan masuknya yang relatif sempit karena masuk ke dalam gang, bukan di pinggir jalan utama.
Ada pula perumahan baru di sekitarnya yang aku sudah sangat sreg sekali dengan suasana dan lingkungannya, namun harganya tiba-tiba melonjak sangat tinggi, sehingga kuurungkan niatku untuk membelinya (aku juga bersyukur nggak jadi beli di perumahan itu, karena ternyata daerahnya dulu bekas sawah dan empang, serta jauh lebih rendah daripada daerah di sekitarnya).
Aku urungkan niatku untuk membeli rumah kala itu selama beberapa bulan, karena aku ingin konsentrasi dengan ujianku dan persiapan pernikahanku.
Beberapa hari setelah hari pernikahanku, istriku kuajak ke Jakarta. Kami berencana mengurus kepindahan tugas istriku dari daerah ke Kota Tangsel di BKD Tangsel. Dalam perjalanan kami menuju BKD kami melewati jalanan di Tangerang Selatan yang belum pernah kulalui, ada jalan Aria Putra, Jalan Ciater, sampai dengan Jalan Puspitek jurusan Parung Bogor. Namun, dalam perjalanan saat melintasi jalan Ciater, kami melihat banyak perumahan baru yang dibangun ada Rosewood, Grand Serpong, dan Beranda Serpong. Kami 'terpukau' dengan perumahan baru yang bangunannya tertata rapi, yang ternyata adalah Grand Serpong 2.
Usai dari BKD, kami menyempatkan untuk mengambil brosur perumahan Beranda Serpong di kantor marketingnya yang masih seperti bedeng tukang di pinggir jalan raya Ciater. Kami pun melanjutkan ke Grand Serpong 2 yang ternyata langsung membuat kami jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hati kami berdua saat itu.
Kami memilih rumah di Hoek dekat taman dengan tanah seluas 135 m2 dan bangunan mungil seluas 39 m2. Sebenarnya kami naksir dengan rumah tipe 51 dengan luas tanah 105, tetapi berhubung tinggal yang lokasinya terletak di tengah, maka kami pun mengurungkan niat, padahal bisa lebih murah sekitar 20juta dari harga rumah mungilku sekarang ini. Toh masih bisa diperluas sendiri rumahnya dengan sisa tanah yang lumayan dan yang pasti tentunya kualitas bangunan dengan membangun sendiri lebih bagus daripada bangunan developer hasil dari sub-sub kontraknya.
Aku yang terbiasa tinggal di desa dengan halaman yang luas membentuk mind set-ku kalau rumah ya harus ada halaman depan dan belakang dan samping yang dipenuhi dengan tanaman. Jadi aku lebih memilih luas tanah daripada luas bangunannya.
Yang belum aku habis pikir sampai sekarang ini, kok aku dan istriku saat itu langsung klop dan merasa berjodoh dengan rumah itu. Langsung lah aku kasih booking fee ke marketingnya. Kucicilah DP-nya sebanyak 5x dan kuambil KPR 15 tahun dengan BTN.
Rumah memang suatu kebutuhan pokok yang sebisa mungkin harus dipenuihi. Rumah sebagai simbol kemapanan memang tak lekang oleh zaman. Berapa banyak orang di negeri ini yang belum memiliki rumah sampai pensiun bahkan akhir hayatnya, berapa banyak pensiunan yang diusir paksa dari rumah dinas yang puluhan tahun ditempatinya.
Mempunyai sebuah rumah zaman sekarang ini memang perlu kenekatan. Untungnya ada KPR sebagai solusi. Melejitnya harga rumah di Jabodetabek yang menurutku sudah over value membuat harganya hanya terjangkau bagi segelintir orang ataupun investor (lebih tepatnya spekulan) rumah yang mengharapkan keuntungan jangka pendek berkah dari boomingnya industri perumahan Jabodetabek.
Benar memang kalau rumah itu laksana jodoh yang menanti pasangan hidupnya untuk dipinang. Ada kalanya jodoh kita ada orang yang selama ini dekat dengan kita dan tidak kita sangka-sangka, ataupun seseorang yang baru kita kenal namun kita sudah merasa cocok dan lancar semua urusan sampai ke pelaminan. Begitu pula rumah, kadang kita sudah mengincar lama rumah yang kita idam-idamkan namun banyak kendala yang menyulitkan kita untuk memilikinya, atau kadang kita baru lihat pertama kali rumah itu dan langsung cocok dengan lokasi, harga dan sebagainya sampai kelancaran finansial untuk memilikinya.
Jadi seperti jodoh, kalau Tuhan telah berkehendak kita memiliki rumah itu ya jadilah rumah itu milik kita walaupun pada awalnya kita merasa kesulitan dengan harganya, namun yakinlah niscaya Tuhan akan melancarkan rezeki kita untuk memilikinya.
Tidak berani nekat = Ngontrak seumur hidup
Saturday, January 5, 2013
Menjamurnya Perumahan di Perbukitan Balikpapan
Perumahan Sederhana di Perbukitan Balikpapan (dok. pribadi) |
Mengawali tahun 2013 ini, saat istirahat jam kerja di hari pertama kerja tahun ini, aku diajak temanku berkunjung ke rumah barunya. Rasa penasaranku akan rumah barunya akan segera terobati. Dari kantor dibonceng olehnya naik motor ke arah pinggiran kota, di kawasan perbukitan yang sangat asing bagiku, maklum aku baru 3 bulan tinggal di Balikpapan.
Begitu memasuki areal perumahan, disambutlah jalan berdebu karena belum seluruhnya kawasan perumahannya dibeton jalannya, baru sepotong-sepotong. Jalan naik turun bukit yang menurutku terlampau curam, apalagi masih banyak jalan tanah, yang pastinya akan sangat licin jika hujan tiba. Namun, temanku masih tetap antusias dan tidak sedikit pun tersirat rasa jenuh di wajahnya, aku sangat salut kepadanya.
Setelah perjalanan kira-kira 20 menit dari kantor, sampailah kami di rumahnya. Rumah mungil Tipe 36 dengan luas tanah 135 meter persegi. Sebuah rumah mungil yang cukup bersih yang terletak di pojok blok (hoek).
Tampak olehku pengerjaan siring (tanggul) mengelilingi rumahnya yang belum selesai. Dia 'terpaksa' harus membuat semacam tanggul agar limpasan air hujan dari kawasan atas bukit tidak masuk ke rumahnya, karena drainase standar yang dibuat developer sangatlah tidak layak untuk mengalirkan limpasan air hujan dari atas. Alhasil beberapa minggu yang lalu saat hujan deras mengguyur kawasan perumahannya, limpasan air hujan dari atas bukit masuk dengan sangat deras ke dalam rumahnya, sehingga membuat trauma anaknya yang masih berusia 2 tahun yang kebetulan ada di rumah.
Temanku membeli rumah itu seharga 125 juta. Angka yang relatif kecil jika dibandingkan rata-rata rumah di Balikpapan yang harganya sudah melambung tinggi di atas 300-jutaan. Spesifikasi rumahnya sangatlah sederhana. Hanya bangunan dengan dinding batako tanpa acian, dengan tulangan menggunakan kayu ulin, dan lantai semen. Temanku pun harus merenovasinya dengan jumlah lebih dari 20 juta agar layak ditempati, belum lagi pembuatan tanggul rumah yang menghabiskan lebih dari 30 juta. Alamak..... banyak banget.
Siang itu dia sengaja pulang ke rumah untuk mengisi air di tandon air rumahnya. Dia belum punya sumur sendiri, karena menurutnya sangat mahal membuat sumur di Balikpapan dan airnya pun belum tentu bersih. Jaringan PDAM-pun belum masuk ke perumahannya. Jadilah dia harus mengisi tandon airnya dari tandon besar milik developer yang letaknya sekitar 75 meter dari rumahnya. Kebetulan letak rumahnya lebih rendah dari tandon developer sehingga bisa dialirkan melalui selang secara manual. Rutinitas mengisi tandon air dia jalani hampir setiap 2 hari sekali. Perjuangan yang hebat!!!
Selama kurang lebih 30 menit di rumahnya, aku mengamati lingkungan di sekitarnya. Perumahannya ini mempunyai kontur yang tidak rata, karena merupakan kawasan perbukitan. Bukit-bukit yang semula menghijau, dikepras, diratakan, ditebang pohonnya untuk dijadikan perumahan. Tidak hanya perumahan tempat tinggal temanku saja, banyak lokasi lainnya di Balikpapan yang mengkonversi fungsi ekologis perbukitan sebagai lahan hijau daerah resapan air berubah menjadi perumahan. Perbukitan di Balikpapan sebagian besar merupakan tanah jenis Podsol yang warnanya kuning, labil/rapuh, dan miskin hara. Tanah jenis ini sulit untuk ditanami, sehingga jika pepohonan yang sudah ada ditebang, akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menumbuhkan pohon di tanah jenis ini. Rapuhnya dan labilnya struktur tanah Podsol terutama di kawasan perbukitan sangatlah tidak cocok jika dibangun perumahan karena rawan longsor jika hujan tiba ataupun terjadi gerakan tanah lainnya misalnya ambles. Namun, dikarenakan kontur kawasan Balikpapan yang sebagian besar berbukit-bukit dan super mahalnya tanah di daerah datar menjadikan kawasan perbukitan sebagai pundi-pundi pohon uang bagi developer perumahan di Balikpapan.
Buruknya perencanaan tata ruang wilayah Balikpapan menjadikan potensi bencana di kemudian hari. Kerusakan ekologis kawasan perbukitan yang menghilangkan fungsinya sebagai catchment area dan paru-paru kota akan memperburuk kualitas lingkungan. Semoga Pemkot Balikpapan segera mengambil langkah strategis untuk menata maraknya alih fungsi lahan khususnya perbukitan menjadi perumahan, sehingga bisa tercipta tata ruang wilayah kota Balikpapan yang berbasis eco friendly development.
Tuesday, January 1, 2013
Tahun Baru 2013
Tahun Baru 2013 telah tiba. Yang kulakukan sepanjang hari ini dan kemarin malam:
1. Kemarin malam aku bersama istriku njajan mie godog langgananku jika aku ke Tulungagung. 2 porsi kuhabiskan semalam. Tak afdol jika malam tahun baru tanpa kembang api, nah karena Manggala belum pernah liat kembang api maka istriku membelikan kembang api kecil agar Manggala bisa menontonnya (tanpa memegang pastinya). Manggala pun senang begitu kembang api dinyalakan, oh bahagianya melihaty buah hatiku gembira tertawa.
2. Aku tidak menghabiskan malam tahun baru dengan keliling kota ataupun melihat acara di TV yang bagus-bagus. Seusai bermain kembang api dengan Manggala, aku dan istriku kompak mengantuk berat. Aku curiga dengan bumbu yang digunakan dalam ramuan mie godog langgananku itu mengandung 'obat tidur' yang sekaligus membuat kecanduan akan cita rasanya. Aku dan istriku sering berkelakar kalau penjualnya memasukkan 'ganja' sebagai salah satu bumbunya yang selalu membuat kami ketagihan kembali mencicipinya. Jadilah kami bertiga tidur melewatkan meriahnya tahun baru. Aku baru terbangun (nglilir) saat pergantian tahun dimulai dan bunyi petasan dan kembang api membahana bersahut-sahutan.
3. Pagi hari tanggal 1, aku mengantar istriku untuk beli cumi-cumi, tiwul, dan gatot (semacam makanan tradisional) di pasar dekat rumah.
4. Jam 9, aku bermain-main dengan manggala, berfoto bersamanya dengan kupakaikan udeng bali di kepalanya, langsung kuunggah di Instagram dan kujadikan Profil Picture FB-ku. Jam 10 aku meluncur ke terminal Tulungagung untuk mengejar Bus PATAS jurusan Surabaya. Alhamdulilah aku dapat tempat duduk dan ternyata sepanjang perjalanan, bus yang kutumpangi tetap menaikkan penumpang walaupun sudah penuh terisi semua kursinya. Jadilah PATAS citarasa Ekonomi. Sesampainya di Bungurasih sekitar pukul setengah tiga, langsung kumenuju toilet karena kusudah tak tahan lagi menahan p*p*s berjam-jam lamanya.
5. Aku pun naik Damri dari terminal dan kusampai di Bandara Juanda sekitar pukul 3 sore. Kulangsung menuju Mushola, setelah itu makan di AW, beli donat di Dunkin, dan menuju Gate 4 nunggu pesawat Lion jurusan Balikpapan yang akan boarding rencananya pukul 17.35 WIB (oh masih lama sekali). Jadilah kuhabiskan waktuku untuk menulis blog ini.
1. Kemarin malam aku bersama istriku njajan mie godog langgananku jika aku ke Tulungagung. 2 porsi kuhabiskan semalam. Tak afdol jika malam tahun baru tanpa kembang api, nah karena Manggala belum pernah liat kembang api maka istriku membelikan kembang api kecil agar Manggala bisa menontonnya (tanpa memegang pastinya). Manggala pun senang begitu kembang api dinyalakan, oh bahagianya melihaty buah hatiku gembira tertawa.
2. Aku tidak menghabiskan malam tahun baru dengan keliling kota ataupun melihat acara di TV yang bagus-bagus. Seusai bermain kembang api dengan Manggala, aku dan istriku kompak mengantuk berat. Aku curiga dengan bumbu yang digunakan dalam ramuan mie godog langgananku itu mengandung 'obat tidur' yang sekaligus membuat kecanduan akan cita rasanya. Aku dan istriku sering berkelakar kalau penjualnya memasukkan 'ganja' sebagai salah satu bumbunya yang selalu membuat kami ketagihan kembali mencicipinya. Jadilah kami bertiga tidur melewatkan meriahnya tahun baru. Aku baru terbangun (nglilir) saat pergantian tahun dimulai dan bunyi petasan dan kembang api membahana bersahut-sahutan.
3. Pagi hari tanggal 1, aku mengantar istriku untuk beli cumi-cumi, tiwul, dan gatot (semacam makanan tradisional) di pasar dekat rumah.
4. Jam 9, aku bermain-main dengan manggala, berfoto bersamanya dengan kupakaikan udeng bali di kepalanya, langsung kuunggah di Instagram dan kujadikan Profil Picture FB-ku. Jam 10 aku meluncur ke terminal Tulungagung untuk mengejar Bus PATAS jurusan Surabaya. Alhamdulilah aku dapat tempat duduk dan ternyata sepanjang perjalanan, bus yang kutumpangi tetap menaikkan penumpang walaupun sudah penuh terisi semua kursinya. Jadilah PATAS citarasa Ekonomi. Sesampainya di Bungurasih sekitar pukul setengah tiga, langsung kumenuju toilet karena kusudah tak tahan lagi menahan p*p*s berjam-jam lamanya.
5. Aku pun naik Damri dari terminal dan kusampai di Bandara Juanda sekitar pukul 3 sore. Kulangsung menuju Mushola, setelah itu makan di AW, beli donat di Dunkin, dan menuju Gate 4 nunggu pesawat Lion jurusan Balikpapan yang akan boarding rencananya pukul 17.35 WIB (oh masih lama sekali). Jadilah kuhabiskan waktuku untuk menulis blog ini.