Banjir Jakarta awal 2013 ini memang dahsyat. Berita di tv nasional tak henti-hentinya menyiarkan kabar terkini dan siaran langsung dari lokasi banjir. Berita banjir kali ini mampu melenyapkan semua isu nasional yang sedang menjadi polemik.
Pagi itu kamis 17 Januari 2013, kubuka detikcom. Ada berita kalau air sudah menggenangi jalan Thamrin terutama di depan Sarinah dan Bunderan HI. Stasiun Tanah Abang pun telah terendam banjir. Langsung saja ku sms kakakku, apa dia sudah sampai di kantor. Ternyata dia turun di stasiun Palmerah dan berjalan kaki menuju flyover dan naik DAMRI turun di Dukuh Atas. Dari Dukuh atas ia berjalan kaki menuju kantornya di samping Plaza UOB dekat Grand Indonesia.
Ternyata dia sendirian yang datang ke kantor, bahkan OB pun tidak ada yang masuk, semua temannya kejebak banjir dan memutuskan balik ke rumah masing-masing. Selang beberapa menit kemudian listrik di kantornya padam, dia pun mati gaya karena internet sudah dipastikan mati.
Angkutan untuk menuju stasiun Palmerah dipastikan tidak ada yang jalan. Opsi menginap di kantor juga tidak memungkinkan karena listrik mati dan penjual-penjual makanan di sekitar kantor pun tutup. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menuju dengan tujuan stasiun Palmerah.
Dia lantas menelponku kalau ke Palmerah lewat mana. Kakakku memang belum hafal jalan-jalan di Jakarta. Tadinya dia berencana jalan melalui Benhil, tapi aku tahu itu jalannya memutar dan akan sangat jauh sekali, apalagi nanti jika di Benhil juga terhadang banjir. Lalu kubuka saja Google Map, kuarahkan dia melalui jalan di samping Wisma BNI 46, Hotel Shangrila, terus lurus ke Barat melalui pemakaman Karet Bivak, kemudian Pejompongan dan sampailah ke Palmerah.
Sekitar 1 jam dia berjalan kaki dengan sekali beretduh di bawah flyover karena hujan deras yang mengguyur. Akhirnya sampailah dia di stasiun Palmerah dan langsung mendapat kereta jurusan Serpong. Turun di Stasiun Sudimara, ambil motor yang dititipkan dan pulang ke rumahku di Grand Serpong 2 yang kebetulan kakakku tempati sambil mampir membeli nasi Padang favoritnya, karena dia ternyata saat pagi berangkat kantor hanya makan pisang dan kurma yang pasti terkuras tenaganya saat menerjang banjir dan berjalan kaki berkilo-kilo menyusuri jalanan Jakarta. Beruntung jalan dari Stasiun Sudimara sampai ke rumah tidak ada yang kebanjiran.
Untung kakakku sudah pindah kos dari kawasan Bendungan Hilir yang tak luput dari banjir tahun ini, kalau tidak pasti dia akan kerepotan. Aku juga selama hampir 4 tahun di Jakarta belum pernah mengalami banjir besar seperti itu dan keburu pindah tugas ke Balikpapan.
Banjir Jakarta tahun 2013 ini memang dahsyat. Bagaimana tidak, banjir sampai ke halaman istana dan beredar foto Presiden SBY yang menggulung celananya saat menginspeksi banjir di sekitar istana, padahal akan menerima kunjungan Presiden Argentina yang terpaksa ditunda beberapa jam.
Reporter TV One terlihat paling agresif dan ekspresif menyiarkan berita banjir, ada yang siaran live sambil mencari posisi di titik yang dalam sehingga tinggal dada ke atas yang kelihatan agar tampak dramatis. Adapula yang menyiarkan langsung dari Bunderan HI dan mengejar-ngejar wawancara dengan Jokowi yang saat itu naik gerobak menginspeksi banjir di kawasan HI.
Rumah-rumah dan Mal-mal elit di kawasan Pluit pun tak luput dari banjir. Kelapa Gading juga berubah menjadi 'sungai' seperti tahun 2007 silam. Menteng yang bebas banjir pun seolah tak berdaya karena jebolnya tanggul Banjir Kanal Barat yang selama ini melindungi kawasan perumahan paling berkelas di Jakarta ini. Kawasan perumahan elit Kebayoran Baru dan Pondok Indah luput dari banjir kali ini karena lokasinya yang tergolong lebih tinggi di Jakarta Selatan.
Namun yang membuatku paling penasaran adalah apakah perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang merupakan kawasan perumahan Mewah di lokasi 'Kepala Naga' yang berdasarkan promosi dari Feny Rose di Metro TV akan bebas banjir selama 1000 tahun tampaknya memang benar-benar bebas banjir karena sistem poldernya yang mengadopsi teknologi dari Negeri Kincir Angin? Sepertinya memang benar demikian adanya iklannya Feny Rose, karena tidak ada TV yang menyiarkan kawasan ini kebanjiran. PIK memang dituding sebagai salah satu biang keladi banjir, terutama banjir di Tol Bandara, karena memang PIK merupakan lahan bekas vegetasi Mangrove yang direklamasi dan tentunya menghilangkan potensi penampungan jutaan m kubik air. Wah, setelah banjir musim ini usai, bisa dipastikan Nilai Properti di kawasan PIK akan semakin naik tajam karena bebas banjir di saat kawasan elit Jakarta lainnya tak berhasil lolos dari kepungan banjir.
Semoga Pemda DKI di bawah kepemimpinan JOKOWI saat ini mampu membuat terobosan yang 'ekstrim' dan tentunya efektif untuk menanggulangi potensi banjir pada masa -masa mendatang.
No comments:
Post a Comment