Kepiting Kenari, Kuku Macan/Amplang, Pasar Kebun Sayur dan tentunya udara yang panas menjadi ciri khas kota Balikpapan. Namun aku perlu menambahkan satu lagi ciri khasnya, yaitu mati lampu/listrik!
Sungguh Ironis, kota yang terkenal dengan minyaknya sejak zaman Belanda ini sering mengalami krisis listrik. Batubara yang melimpah di Kalimantan Timur, tak mampu membuat Kalimantan terang benderang, maklum sebagian besar untuk ekspor dan bahan bakar pembangkit listrik di Jawa.
Tidak seperti di Jawa yang jarang sekali mati listrik. Di Balikpapan mati listrik bisa dari pagi hari sampai malam hari. Aku tidak bisa membayangkan kota Balikpapan yang sebesar itu saja kerap mati lampu, apalagi kota-kota kecil di pedalaman Kalimantan bagaimana ya, mungkin bisa tiga kali sehari kali ya, kayak minum obat frekuensi mati lampunya......
Memang mal-mal, rumah sakit, ataupun fasilitas pemerintah lainnya pada umumnya mempunyai genset untuk backup listriknya, namun bagaimana dengan penduduk yang relatif berat untuk membeli dan mengoperasionalkan genset? Bagi rumah keluarga menengah ke atas mungkin tak jadi soal jika listrik PLN mati karena sudah punya genset, namun bagi yang tidak punya akan sangat tersiksa.
Bayangkan kalau listrik mati di tengah cuaca Balikpapan yang panas menyengat, pastinya membuat sangat gerah karena tidak bisa menyalakan AC ataupun sekedar kipas angin. Jika mati lampu ditambah dengan matinya air PDAM, wah sungguh lengkaplah penderitaan si empunya rumah.
Perkembangan kota Balikpapan yang sangat pesat dengan maraknya pembangunan mal-mal baru, apartemen, dan perumahan tentunya harus ditunjang dengan infrastruktur kelistrikan yang memadai. Pemerintah harus segera membangun pembangkit-pembangkit baru, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik yang berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan per kapita. Jangan hanya berkampanye hemat listrik, karena semakin sejahtera suatu masyarakat kebutuhan listriknya akan semakin besar, yang dulunya tidak pakai kipas sate beralih pakai kipas angin, begitu pula yang dulu hanya memakai kipas angin beralih menggunakan AC, dan yang dulu hanya punya satu AC untuk di kamar tidur utama sekarang jadi semua ruangan diberi AC. Masyarakat akan terus mengejar kenyamanan, dan susah pastinya mengajak mereka berhemat walaupun TDL terus naik, karena mereka rela mengeluarkan biaya lebih demi kenyamanan yang sudah mereka rasakan. Kecuali kalau ada kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan suatu rumah diberi batasan misal pemasangan daya maksimal untuk rumah tangga sebesar 1300 Watt. Namun, hal tersebut tentunya sulit direalisasikan mengingat pasti akan mendapatkan tentangan yang cukup keras dari kalangan menengah keatas, bahkan pejabat-pejabat pembuat kebijakan pun pasti enggan untuk menyetujuinya karena kebutuhan listrik rumah tangga mereka yang relatif besar.
Pemerintah sudah saatnya memberikan insentif bagi pengembangan industri solar cell yang sekarang masing tergolong mahal sehingga adopsinya di masyarakat sangat rendah. Pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan seperti angin dan matahari tentunya dalam jangka panjang akan mengurangi beban operasional pemerintah dan mengurangi ketergantungan dengan BBM dan batubara yang harganya sering berfluktuatif walaupun untuk tahap awalnya membutuhkan investasi yang lebih besar.
Kebutuhan listrik nasional semakin tahun semakin besar, tak terkecuali dengan Balikpapan, kota dengan perkembangan tercepat di Kalimantan. Kalau memang pemerintah pusat masih memprioritaskan Jawa khususnya Jakarta, sudah saatnya pemerintah daerah tidak berpangku tangan mengandalkan uluran tangan pemerintah pusat untuk membangun pembangkit listrik.
Provinsi Kalimantan Timur yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya terutama energi, sesungguhnya mampu untuk membangun kemandirian sistem kelistrikan yang selama ini tidak mampu disuplai 100 % oleh PLN jika ada niatan yang kuat dari pemimpinnya dan dukungan masyarakat.
Bersyukur, itulah hikmah yang kurasakan dengan tinggal di Balikpapan hampir 4 bulan ini. Bagaimana tidak, aku yang selama ini tinggal di Jawa menikmati begitu banyak kemudahan, jarang mati listrik, BBM pun mudah di dapat, cuaca yang tidak terlalu panas, air yang relatif mudah didapat dan bersih, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, masih saja sering mengeluh. Aku seharusnya malu dengan perjuangan orang-orang disini dalam mencari nafkah dan tinggal di kota dengan segala toleransi akan kekurangan kota ini terutama terhadap 'hobi' mati listriknya.
No comments:
Post a Comment