Pages

Friday, February 1, 2013

Galau Jadi PNS (Part 2)

PNS, stigma negatif masyarakat awam begitu melekat padanya. Pemalas, KKN, berbelit-belit, suka keluyuran saat jam kerja dan tidak efisien itulah sebagian cap negatif masyarakat tentang citra PNS.

Tak pernah terbayang sedikit pun dari kecil sampai dengan mahasiswa untuk menjadi seorang PNS. Ternyata nasib berkehendak lain. Mungkin karena doa kedua orang tuaku yang ingin anaknya yang jadi PNS seperti mereka, jadilah aku seorang PNS sekarang ini.

Cita-citaku sebagai Manajer Investasi kandas sudah ketika aku diterima menjadi PNS. Semua ilmuku sampai jenjang pasca sarjana hanya beberapa % yang terpakai semenjak aku menjadi bagian dari 'abdi' negara ini.

Mungkin semua itu sudah jalanku. Mungkin saja kalau aku tidak menjadi PNS, aku tidak ketemu istriku sekarang ini yang telah memberiku seorang putra mungil, sehat, dan lincah. Mungkin pula, dengan menjadi PNS, Tuhan memilihku untuk menjadi garda terdepan dalam transformasi PNS di negeri ini. Dan mungkin-mungkin yang lain yang tak habis jika ditulis dalam blog ini.

Sudah kubaca buku-buku motivasi untuk menikmati pekerjaan kita sehari-hari. Sudah kuhadiri seminar-seminar manajemen dan motivasi diri yang menyuruh kita untuk mengubah mindset kita terhadap pekerjaan sehari-hari yang kita anggap membosankan menjadi menyenangkan. Namun, akhir-akhir ini aku merasa ada pergolakan serius di hatiku yang mempertanyakan posisiku sebagai PNS saat ini.

Memang jika di bandingkan PNS Kementerian lainnya terlebih lagi dibandingkan dengan PNS Pemda, proses bisnis di Kementerianku sudah beberapa langkah lebih maju. Ya bisa dikatakan sudah seperti di swasta ritme kerjanya. Tetapi yang membuat hatiku galau adalah.......

Apakah aku sampai usia kepala 5 atau 6 harus terus menjadi PNS? Apakah aku tidak merasa berdosa terhadap potensi otakku dan jiwaku dengan porsi pekerjaan yang kecil namun membosankan, dan tidak ada tantangannya sama sekali? Apakah mataku tidak capek melihat teman-teman seprofesi lebih banyak main dan bersantai daripada kerjanya? Apakah aku tidak malu jika senantiasa menanyakan uang DL, Honor, ataupun lembur yang semuanya dibayar dari uang negara terutama dari hasil pajak rakyat? Tak berdosakah diriku mengerdilkan potensi, bakat, dan talenta anugrah Illahi yang luar biasa jika aku hanya mengerjakan pekerjaan rutin yang sangat membosankan dan terkesan sepele. Tidakkah hati nurani ini selalu bergejolak jika dengan kerja yang banyak mainnya itu kita digaji penuh plus tunjangan-tunjangan yang membuat iri profesi lainnya?

Aku berkeinginan suatu saat nanti, aku punya usaha sendiri yang tidak menggantungkanku terhadap profesi PNS. Aku berkeinginan kemandirian finansial akan membebaskanku dari belenggu aturan kaku, dan semrawutnya birokrasi. Ku tak ingin anak-anakku kelak mengikuti jejak langkahku sebagai PNS, apalagi PNS pusat yang berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota yang lain yang dengan kejam menihilkan pentingnya kebersamaan suatu keluarga karena terpisah oleh jarak dan waktu.

Meskipun begitu untuk sekarang ini aku kan berusaha mencoba mencintai pekerjaanku sekarang ini dengan mengikuti saran dari pakar-pakar terkenal untuk merubah mind set kita selalu menjadi positif untuk mencapai kebahagiaan yang sejati tanpa kepura-puraan yang membuat sakit hati.

No comments:

Post a Comment