Baru seminggu yang lalu aku meninggalkan keluarga kecilku di Tulungagung, namun rasa kangen akan tingkah polah lucu Manggala kian membuncah.
Akhir pekan ini Istri dan anakku bersama mertua dan saudara2 iparku satu keluarga pergi ke Jogja. Kemarin Manggala terlihat sangat senang sekali bermain di berbagai wahana Taman Pintar, sebuah wahana edukasi baru di Jogja yang berdiri di eks Shopping Center Jogja bersebelahan dengan kompleks Benteng Vredeburg, Taman Budaya, dan Pasar Beringharjo. Bahagia sekali melihat Manggala begitu ceria bermain. Namun ada rasa sedih yang kurasa karena tidak bisa menemaninya langsung, dan hanya kulihat tingkah polah menggemaskannya dari video yang dikirim istriku lewat whatsapp.
LDR memang menanggung banyak konsekuensi. Dari rasa sepi akan kasih sayang dari keluarga tercinta, sampai dengan rasa saling percaya dan setia dengan pasangan yang harus senantiasa dijaga dan dibina. Godaan yang tinggi dari lingkungan sekitar harus mampu kita saring demi mempertahankan LDR.
Banyak kasus, LDR menimbulkan banyak masalah. Jarak yang jauh seringkali membuat rasa curiga dan miskomunikasi berpotensi untuk sering terjadi. Pada akhirnya tidak jarang kita jumpai karena ego masing-masing terjadilah perceraian. Hanya karena ego, anak-anak lah yang menjadi korban. Bagaimana denganku? Semoga hal itu tidak terjadi padaku.
Lebaran kemarin aku pulang lagi ke Tulungagung setelah 1,5 bulan sebelumnya. Begitu Manggala melihatku di sampingnya saat terbabangun pada pagi hari, pandangannya mengisyaratkan ada orang asing di sampingnya, walaupun dia tidak mengatakan demikian. Saat kuingin menggendongnya dia tidak mau, dan ingin selalu menempel dengan ibunya, seolah aku ini orang asing yang tiba-tiba datang dari entah berantah. Sedih rasanya saat itu, aku merasa sangat bersalah tidak memberikan kasih sayang kepada Manggala setiap hari.
Sembilan hari aku bersama Manggala. Dalam seminggu itu dia mulai akrab denganku, sudah mau bermain denganku, dan mau pula kugendong. Manggala memang anak yang mudah bergaul dan tidak takut berinteraksi denan orang yang baru dia kenal meski dia baru berumur 13 bulan.
Miskomunikasi sering kualami saat berkomunikasi dengan istriku. Kami hanya bercakap-cakap melalui telepon ataupun chating dengan whatsapp. Komunikasi dengan telepon membuat potensi terjadinya miskomunikasi semakin besar. Percakapan melalui telepon sulit melihat emosi yang terjadi pada lawan bicara kita karena tidak bisa melihat mimik wajahnya ataupun kondisi lingkungan sekitarnya saat itu. Kadang dalam pembicaraan kami terjadi nada bicara yang agak tinggi, kalau terjadi demikian salah satu diantara kami harus mengalah. Mungkin istriku capek dan perlu istirahat, aku juga memaklumi dengan kesibukannya ditambah lagi mengurus Manggala yang aktifnya bukan main. Mungkin juga aku terlalu cerewet menanyakan kondisi Manggala yang mungkin dia berpikir aku tidak percaya padanya atau cenderung menyalahkannya. Aku pun maklum, karena seseorang dalam kondisi capek dan lelah, mudah tersulut emosinya meski sang lawan bicara tak bermaksud menyinggung perasaannya.
Tantangan utama LDR adalah komunikasi. Oleh karena itu aku selalu ingin menjaga komunikasi dengan istriku. Aku tidak ingin ada miskomunikasi yang terjadi berkepanjangan, kalau pun ada debat dalam percakapan kami harus segera diakhiri agar tidak berlarut-larut. Semaksimal mungkin jangan sampai miskomunikasi karena bisa fatal akibatnya jika dibiarkan berlarut-larut dengan frekuensi yang tinggi. Kedewasaan dan kematangan dalam berumah tangga diuji dalam LDR ini. Sikap mengalah dan mengerti karakter masing-masing tanpa saling menonjolkan ego merupakan syarat mutlak untuk menjaga LDR.
Di samping mempunyai berbagai tantangan, LDR juga mempunyai berbagai sisi positif, diantaranya adalah:
1. Jika komunikasi kita bagus, adanya LDR malah semakin membuat kita lebih sayang dan cinta dengan pasangan ataupun anak kita. Karena kita akan memanfaatkan waktu yang sedikit dalam pertemuan untuk membina hubungan yang berkualitas dan tidak menyia-nyiakan dengan pertengkaran yang sia-sia. Rasa rindu yang semakin menggelora tentu tidak kita rasakan jika kita bertemu pasangan kita setiap hari.
2. Kita akan belajar untuk menjadi pasangan yang saling percaya satu sama lain. Ujian dan godaan selama LDR akan semakin mematangkan jalinan rumah tangga kita.
3. Kita akan lebih mahir dalam mengelola finansial kita karena terbiasa untuk mengelola seefisien dan seefektif mungkin finansial kita demi pertemuan yang jarang terjadi, seperti halnya kita terbiasa untuk berhemat demi bisa membeli tiket untuk pulang.
4. Kita akan semakin menghargai akan waktu kebersamaan dengan keluarga tercinta dan kita pun berusaha untuk tidak menyai-nyiakan waktu yang mahal harganya itu.
Kalau bisa memilih, aku lebih memilih untuk hidup serumah dengan anak dan istriku. Namun karena tugas, aku harus terpisah dengan keluargaku. Mungkin saat ini Manggala belum mempermasalahkan keberadaanku yang jauh darinya. Namun setahun, dua, atau tiga tahun lagi seiring bertambah usianya pasti dia akan selalu menanyakan Bapak kapan pulang....?
Aku tidak bisa merasakan perasaan anak kecil yang jauh dari Bapak atau Ibunya, karena semasa aku kecil, Bapak Ibuku selalu hidup serumah, paling-paling kami ditinggal bertugas Bapak atau Ibu ke luar kota dalam tempo yang tidak terlalu lama. Aku pun merasakan kalau ada Bapak Ibu di rumah rasanya damai dan bahagia.
Aku pun sebenarnya menginginkan bersama Istri dan anakku setiap hari, tidak terpisah dalam rumah yang berbeda. Aku ingin melihat tumbuh kembang Manggala dan anak-anakku nantinya. Mendampingi saat anak-anakku belajar dan menjadi teman diskusi bagi mereka.
Semoga aku kan secepatnya mengakhiri LDR ini. Amin!
No comments:
Post a Comment