Melihat liputan dokumenter pembangunan Gardens by The Bay di TV membuatku berpikir, "Kapan ya Indonesia buat proyek semegah, sedetail, sekreatif, ataupun seramah lingkungannya seperti Gardens by The Bay di Singapura?"
Bagaimana tidak negeri sak uprit di antara Batam dan Johor Baru itu begitu banyak bangunan yang keren, megah, dan yang pasti ikonik. Setelah Singapore Flyer salah satu Bianglala terbesar dan tertinggi di dunia, Esplanade salah satu teater opera dengan bentuk yang tidak biasa terinspirasi dari buah durian, ataupun Marina Bay Sands yang monumental dengan tiga towernya yang dihubungkan dengan sky bridge di roof top-nya yang berbentuk seperti kapal atau malah lebih mirip dengan kereta peluru Shinkansen? Skybridge-nya dilengkapi dengan taman terbuka dan kolam renang yang mempunyai pemandangan luar biasa. Sekarang giliran Gardens by the Bay yang jadi perbincangan.
Gardens by the Bay sejatinya adalah taman buatan yang dibuat di lahan reklamasi di Teluk Marina Singapura. Taman ini dibuat dengan arsitektur dan masterplan yang luar biasa. Mengkombinasikan seni, lingkungan, dan kemegahan.
Ada dua bangunan di Taman ini yang menarik perhatianku yaitu Konservatori dan Supertree. Konservatorinya terdiri dari dua kubah kaca raksasa yang bersambungan dengan bentuk seperti cangkang kerang dara. Pembuatannya sangat detail dan rumit. Tujuan utama konservatori ini adalah untuk membuat taman bunga-bunga dari wilayah subtropis yang mustahil tumbuh dengan baik jika ditanam di luar ruang dengan iklim tropis Singapura yang begitu lembab dan panas.
Tantangan itulah yang coba dipecahkan oleh tim perancang. Mereka menggunakan kaca mahal yang diimpor langsung dari Cina yang mampu meneruskan cahaya dengan leluasa serta mampu meminimalisir panas yang signifikan dari cahaya matahari yang diteruskan ke dalam kubah. Tidak seperti rumah kaca konvensional yang memerangkap panas dari cahaya yang masuk, kubah konservatori ini justru harus mempunyai suhu yang lebih rendah dari lingkungan luarnya. Jelas ini sudah memutarbalikan konsep rumah kaca itu sendiri. Tapi justru itu tantangannya.
Tidak hanya dibalut dengan kaca anti panas, kubahnya juga dilengkapi dengan tirai raksasa yang diatur otomatis oleh komputer yang bisa membuka menutup sendiri tergantung cuacanya apakah mendung atau terik. Tidak cukup disitu, rekayasa penutup kubah belum sepenuhnya mampu menurunkan ke suhu yang diperlukan. Pendingin ruangan perlu digunakan untuk menurunkan suhu ke level yang ideal.
Pertanyaannya sekarang seberapa besar daya listrik yang diperlukan untuk menghidupkan alat pendingin yang mampu mendinginkan kubah raksasa itu? Jelas pemerintah Singapura tidak menginginkan boros energi untuk bangunan raksasa itu dan mengharuskan tim perancang memutar otak dengan membuat sistem pendingin yang hemat energi.
Jadilah dari mereka menggunakan suatu alat yang dilengkapi dengan bahan kimia yang mampu mengurangi kelembaban udara secara signifikan di dalam kubah yang memungkinkan penggunaan lebih sedikit energi untuk mendinginkan kubah raksasa itu. Ide itu berawal dari suatu produk semacam silica gel yang sering kita jumpai di kotak sepatu yang digunakan untuk mengurangi kelembaban di dalam kotak agar sepatu tidak mudah berjamur, apalagi di iklim tropis yang kelembaban udaranya sangat tinggi.
Belum berakhir sampai disitu, tim perancang menerapkan sumber energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk suplai energi seluruh kawasan Gardens by the Bay. Melihat begitu banyaknya pohon-pohon di Singapura baik itu di jalanan maupun taman kota yang ditebangi ranting ataupun dahannya setiap hari agar tetap terawat dan tidak membahayakan pengguna jalan, tim perancang menemukan ide untuk memanfaatkannya sebagai sumber energi.
Potongan-potongan dahan, ranting dan daun dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil dan dijadikan bahan bakar pembangkit listrik lokal untuk menghidupkan sistemkelistrikan di Gardens by The Bay. Luar Biasa.... Green Building dalam arti sesungguhnya, bukan hanya ijo royo-royo dengan tanaman tetapi menggunakan energi terbarukan untuk suplai energi listriknya. Benar-benar mengagumkan.
Nah, kreatifnya lagi tim perancang berhasil menyembunyikan cerobong dari sistem energi terbarukan dalam sebuah pohon raksasa yang disebut supertree. Supertree setinggi puluhan meter itu menjulang dengan bentuk layaknya pohon Baobab yang seperti pohon dengan akar terbalik berada di puncak puhon. Pohon buatan ini dibalut dengan vertical garden yang tersusun dar ratusan bahkan mungkin ribuan tanaman dalam pot-pot yang tersusun melingkari 'batang' pohon-nya plus dipercantik dengan lampu-lampu warna warni dan sistem pencahayaan yang mengagumkan sehingga bisa kemegahan supertree bisa dinikmati pelancong saat malam hari.
Indonesia kapan ya punya bangunan-bangunan ikonik seperti itu? Dulu saat zaman Presiden Sukarno banyak dibangun gedung-gedung ikonik yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati keindahan dan kemegahannya. Beliau sering membuat sayembara desain gedung-gedung publik yang akan dibangun, sehingga nilai seni dan keindahan gedung-gedung tersebut tidak lekang oleh zaman. Contoh saja Gedung 'kura-kura' DPR MPR, Stadion Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, Monumen Nasional, sampai dengan Simpang Semanggi masih menjadi bangunan yang monumental sampai dengan sekarang.
Saat Orde baru, relatif lebih sedikit dibangun proyek monumental yang mempunyai desain mengagumkan. Menurut saya hanya Taman Mini Indonesia Indah yang lengkap dengan bangunan-bangunan adat masing-masing provinsi di Indonesia plus dilengkapi dengan bangunan teater IMAX berbentuk Keong Mas yang desainnya cukup bagus. Lebih tepatnya TMII ini bukan desainnya yang spektakuler dan menjadi perhatian dunia, melainkan konsepnya yang memang bagus.
Untuk Gedung Pencakar Langit di Indonesia yang menurut saya ikonik tapi belum menjadi pusat perhatian dunia di Indonesia pada masa menjelang berakhirnya orde baru adalah Gedung BNI 46 yang menjadi Gedung tertinggi pada masa itu dengan bentuk seperti ujung pena.
Sampai hampir 16 tahun pasca bergulirnya reformasi di Indonesia belum ada bangunan ikonik yang mampu mengguncang dunia. Menara Jakarta dulu yang digadang-gadang saat orde baru akan menjadi menara tertinggi di dunia, sampai saat ini pun tidak terwujud. Hanya Jembatan Suramadu yang lumayan bisa menjadi kebanggaan bangsa ini, meskipun cukup biasa di kawasan Asia Tenggara sekalipun, karena lebih banyak jembatan yang lebih panjang terdapat di Malaysia apalagi dibandingkan dengan Penang Second Bridge di Malaysia yang menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara.
Malaysia dengan kebanggaannya Menara Kembar Petronas yang mampu bertahan sekitar lebih dari 6 tahun sebagai bangunan tertinggi di dunia sebelum dikalahkan Taipei 101 di Taiwan pada tahun 2004. Sekarang Burj Khalifa di Dubai yang menjadi bangunan tertinggi di dunia sejak tahun 2010 sebelum nanti akan dikalahkan lagi oleh Kingdom Tower di Jeddah yang masih dalam tahap konstruksi.
Terlepas dari perlombaan bangunan tertinggi di dunia yang tidak ada habisnya, sebenarnya untuk mempunyai bangunan ikonik yang membuat mata dunia terbelalak tidak harus menjadi bangunan tertinggi di dunia melainkan lebih pada desain bangunan itu sendiri yang unik dan spektakuler, seperti halnya bangunan-bangunan ikonik di Singapore.
Suatu hari nanti ingin rasanya melihat para arsitek dunia pandangannya tertuju pada keindahan bangunan-bangunan di Indonesia, seperti halnya dulu saat zaman Mataram Kuno dengan bangunan monumentalnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang bertahan ribuan tahun sampai dengan sekarang masih dapat kita nikmati keindahan dan kemegahannya.
Mata Dunia sekarang tertuju ke Dubai. Keindahan dan spektakulernya bangunan-bangunan maupun megaproyek di sana mampu menarik kunjungan wisatawan yang luar biasa. Pandangan visioner pemimpinnya yang mendambakan Dubai sebagai pusat bisnis dunia terutama di kawasan Timur Tengah sekaligus sebagai pusat destinasi baru wisata dunia. Negeri kaya minyak itu sudah melakukan terobosan luar biasa dan mempunyai rencana yang sangat matang, jika suatu saat nanti cadangan minyak mereka habis, mereka sudah mempunyai cadangan sumber pedapatan lainnya yang lebih sustainable yaitu pariwisata.
Mulai dari Burj Dubai, hotel bintang 7 pertama di dunia berbentuk seperti layar terkembang, Palm Jumeirah, The World, sampai dengan Gedung Tertinggi di Dunia, Burj Khalifa menarik rasa penasaran pelancong dunia untuk mengunjunginya, bahkan film-film Hollywood mulai menjadikan Dubai sebagai lokasi syutingnya seperti halnya film Mission Impossible yang dibintangi Tom Cruise mengambil syuting di Burj Khalifa. Perusahaan-perusahaan kelas dunia juga merasa kurang afdol jika belum membuka kantor perwakilan utama khususnya kawasan Timur Tengah di Dubai. Sekarang Dubai sukses sebagai Pusat Bisnis kelas dunia sekaligus destinasi wisata terpopuler di Timur Tengah.
Bagaimana dengan Indonesia? Pembangunan gedung-gedung pasca reformasi tidak lebih bagus daripada orde-orde sebelumnya khususnya untuk gedung-gedung publik. Boro-boro soal desain yang ikonik, kualitas struktur bangunan seringkali menjadi bahan pertanyaan atau bahkan sampai meminta tumbal nyawa manusia.
Sistem Lelang pengadaan fasilitas pemerintah, bukannya menghasilkan gedung atau bangunan yang berkualitas, malahan tidak sedikit yang merugikan negara maupun rakyat. Banyaknya kongkalikong ataupun tindak korupsi pada pembangunan proyek pemerintah terjadi semakin menjadi-jadi, pada akhirnya kualitas bangunan pun diturunkan sebagai implikasi fee untuk pejabat korup.
Gedung-gedung yang dibangun pasca reformasi menurutku tidak ada yang ikonik, hanya Gedung Bakrie Tower yang agak 'nyeni' seperti tubuh orang yang berlenggak-lenggok. Namun belum cukup memukau. Baru-baru ini ada rencana pembangunan dari Signature Tower oleh Grup Arta Graha yang akan menjadi gedung tertinggi di Indonesia yang digadang-gadang akan menjadi bangunan ikonik kelas dunia, tapi entah kapan jadinya, atau nasibnya akan sama dengan Menara Jakarta? Pertamina juga sedang membangun Head Office-nya yang baru di kawasan Rasuna Said Kuningan, namun banyak mendapat review yang menggelikan dari forumer-forumer skyscrapper dengan mengganggap desainnya seperti dildo, hi....
Di kawasan Utara Jakarta tepatnya di kawasan Pantai Mutiara, kawasan elit untuk sebagian kecil masyarakat Jakarta ada suatu kompleks apartemen dengan tower-towernya yang desainnya seperti konsep kapal layar. Namun seharusnya seperti masterplan awalnya, akan dibangun hotel dengan desain yang luar biasa menurutku karena seperti bangunan-bangunan di film fiksi ilmiah dengan bentuk melengkung berlubang di tengahnya. Namun, yang terjadi pertanyaannya sekarang, kok bangunan hotelnya belum ada sampai sekarang ya, jangan-jangan dibatalkan??? Sayang sekali, gagal lagi punya bangunan ikonik yang spektakuler!
Indonesia harus bisa mencontoh Dubai ataupun Singapura yang menjadikan bangunan-bangunan ikonik kelas dunianya bisa menjadi sorotan mata dunia dan menjadi destinasi wisata dunia yang terkenal.
Tidak hanya ikonik, melainkan juga ramah lingkungan, itu baru luar biasa, seperti konsep yang diapikasikan di Gardens by the Bay Singapura. Indonesia pasti bisa dan bisa lebih daripada itu.