"Ketika sesuatu yang dimiliki tidak sepenuhnya dinikmati"
Pernahkah kita mengalami situasi seperti pernyataan di atas? Setidaknya saat ini aku sedang mengalaminya. Kita seringkali memiliki sesuatu tapi jarang atau sedikit sekali kesempatan kita untuk menikmatinya dalam hal ini menjadi lebih bahagia karena manfaat dari sesuatu itu.
Beberapa hal saat ini yang kumiliki tapi masih sedikit kesempatanku tuk menikmatinya:
1. Rumah
Sejak pertengahan 2012 Alhamdulillah rumah baruku sudah jadi. Selama kurang lebih 3 bulan aku menghuninya, tentunya dengan perasaan senang, bahagia, dan bangga sudah punya rumah sendiri meskipun masih nyicil KPR. Usai pulang kantor dengan badan yang capek, bisa langsung istirahat di kasur empuk, kamar yang dingin, dan kompleks perumahan yang nyaman tenang, plus udara yang masih fresh membuatku segar kembali ketika bangun keesokan harinya.
Rumahku yang kebetulan berada di hook dan bersebelahan dengan taman yang hijau membuatku semakin betah berlama-lama tinggal di rumah mungilku itu.
Euforia kegembiraan punya rumah baru ternyata hanya berlangsung 3 bulan saja. Aku harus meninggalkan rumah baruku untuk sementara waktu karena harus pindah tugas ke Balikpapan. Tak terasa sudah hampir 2 tahun aku meninggalkan rumah itu, meskipun ketika aku sedang dinas ke Jakarta hampir selalu kusempatkan untuk mampir dan menginap di rumahku itu, meskipun aku sebenarnya dapat jatah hotel. Nyamannya kamar hotel menurutku tidak lebih nyaman dari kamar di rumah sendiri.
Sekarang rumahku itu ditempati kakakku, masih mending kakakku mau tinggal disitu, kalau dibiarin kosong pastinya akan rentan rusak. Kalau disewain juga menurutku uang sewanya tidak sepadan dengan potensi kerusakan rumah itu sendiri jika dihuni orang lain.
Menjadi anak kos ketika sudah punya rumah sendiri itu memang sungguh ironis. Dulu niatnya punya rumah itung-itung agar uang sewa kos bisa dialihkan untuk uang nyicil KPR tiap bulannya, eh sekarang malah terpaksa jadi anak kos lagi, bayar uang kos plus tetep saja kewajiban nyicil KPR tak bisa diabaikan.
2. Mobil
Akhir Desember 2013 kemarin aku dan istri memutuskan untuk membeli mobil seharga 230-an jt yang menurutku itu bukan sebuah harga yang murah. Anak istriku masih tinggal di Tulungagung, dan tentunya mobil itu juga ada bersama mereka. Tapi memang tujuan utama kami membeli mobil adalah agar lebih mudah kalau mudik ke Pati dan anak kami si Manggala yang seneng banget sama mobil bisa jalan-jalan naik mobil.
Yang pasti aku bisa merasakan mengendarai mobil sendiri ketika aku menjenguk anak istriku di Tulungagung. Kalau soal menikmati mobil untuk aku sendiri sih tidak begitu menjadi persoalan, yang penting anakku senang bisa jalan-jalan pakai mobil plus istriku juga dimudahkan dalam mobilitasnya.
3. Anak dan Istri
Bukan menikmati dalam arti memanfaatkan, tapi lebih tepatnya menikmati kebersamaan sebagai sebuah keluarga. Kebersamaan ketika kami berjauhan memang sangat berharga sekali dan mahal harganya. Seringkali aku merasa iri ketika melihat keluarga kecil yang bahagia dengan kebersamaan mereka, teman-teman kantor yang anak dan istrinya berkumpul dengannya dalam satu rumah. Sedangkan aku hanya bisa merasakan kebersamaan itu ketika aku mudik ke Tulungagung. Untungnya sekarang banyak aplikasi instant messaging seperti whatsapp dan sebagainya yang memudahkan kami mengirim file foto maupun video sehingga aku bisa melihat perkembangan Manggala dengan segala tingkah polah lucunya setiap saat.
Memiliki bukan berarti harus senantiasa menikmatinya. Ketika kita mampu merubah pola pikir kita bahwa kebahagian bisa diperoleh tidak melulu dengan bisa menikmati apa yang kita miliki, melainkan dengan melihat sisi-sisi positif yang seringkali terabaikan atau tidak terpikirkan, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati.
Keadaan yang kita hadapi adalah suatu yang dinamis, so kapan ya aku bisa kumpul bersama keluargaku tercinta di rumah mungil kami, ha ha......
No comments:
Post a Comment