Sebetulnya ada objek menarik di Sintang yaitu Bukit Kelam. Bukit yang lumayan tinggi dengan puncaknya yang terlihat tumpul setidaknya jika dilihat dari kejauhan di Kota Sintang. Namun, sepertinya perlu seharian untuk menikmati bukit Kelam (dengan mendaki tentunya), sedangkan waktuku di Kota Sintang sangat terbatas. Ya sudahlah, mungkin lain waktu aku datang ke kota ini dan menyempatkan untuk mendaki Bukit Kelam.
Malam kedua di Kota Sintang, kami diajak makan malam keluar oleh kolega kami di Sintang ke sebuah rumah makan seafood di sisi kota Sintang lainnya yang merupakan pusat perdagangannya, beda dengan dengan sisi kota tempat kami menginap dan pusat pemerintahan. Rumah makan yang tidak mewah melainkan berada di salah satu ruko-ruko. Enak dan segar masakan yang disajikan, padahal Sintang jauh dari laut, jauh dari pegunungan tempat sayur mayur, yang otomatis berimbas pada harga makanannya, nggak tahu berapa harga makanan yang enak-enak, maklum makan gratissss, haha.... yang pasti nggak murah lah....
Usai makan malam yang mengenyangkan itu, kami Balik ke Ke Guest House Bagus. Sebelum menuju kamar kami masing-masing kusempatkan bertanya ke Mbak-mbak resepsionis, "Mbak, untuk pembayaran bisa gesek pakai kartu debit Mandiri?".
"O, bisa mas....", sahutnya singkat. Berati aku nggak usah repot-repot mengambil uang di ATM malam itu. Kami pun masuk ke kamar kami masing-masing.
Jadwal pesawat kami ketika itu jam 7 pagi. Aku pun bangun pukul 4 pagi, bersiap untuk mandi. "Wah kok hujan ya, semoga sebentar lagi segera reda.", doaku dalam hati ketika bangun mendengar derit bunyi hujan yang sepertinya awet banget.
Pukul setengah enam, aku sudah berisap di lobi menuju jemputan ke bandara. Sambil menunggu jemputan kubermaksud check out sekalian membayar hotelnya. Resepsionisnya saat itu ganti mas-mas. Dan kutanya, "Mas bisa bayar pakai kartu debit Mandiri kan?". Dia menjawab dengan ragu, "Wah maaf Pak nggak bisa, mesinnya sedang bermasalah!".
"Gimana sih, tadi malam kata mbaknya bisa!", jawabku segera dengan sedikit kecewa.
Setelah menunggu beberapa menit, tetap saja EDC-nya nggak bisa diakses dan akhirnya aku pun meminkan sejumlah uang temanku untuk melunasi tagihan hotel.
Kelar dengan semua tagihan hotel, jemputan kami pun datang. Pak Karna menjemput kami dengan mobil dalam keadaan hujan yang masih saja awet. "Wah ini pasti delay, aku dulu di Nunukan juga seperti ini, mau berangkat ke bandara malah hujan deras, dan bukan hanya delay namun dibatalkan!", ujarku kepada temanku.
"Semoga saja hujan segera reda dan penerbangan kami ke Pontianak nggak delay dan lancar!", doaku dalam hati.
Sesampainya di Bandara, pintu masuk terminal keberangkatan belum dibuka, namun berepa saat kemudian langsung dibuka, dan kami pun segera check in. Saat check in, ternyata bagasi kami yang berisikan dokumen-dokumen dan peralatan dalam kardus (lumayan banyak sih) tidak diikutkan dalam penerbangan kami saat itu, melainkan akan diikutkan dalam pernerbagan selanjutnya jika landasan sudah kering. Kami pun ngotot dan mengiba agar bagasi kami itu diizinkan untuk ikut penerbangan, namun petugas keukeuh untuk menolaknya dengan alasan keselamatan.
Kami pun memaklumi, mungkin pesawat tidak boleh terlalu berat agar bisa take off dan landing dengan lebih safety dalam keadaan hujan ataupun landasan basah.
Sejenak sebelum boarding, kulihat pilot yang kelihatannya sudah senior (orang Indonesia) mulai menuju pesawat, dengan kondisi cuaca di luar yang masih hujan rintik-rintik. Sesaat setelah itu, kami dipersilakan untuk boarding dengan dipinjami payung satu per satu berjalan menuju apron tempat parkir pesawat Kalstar ATR 72 seri 500.
Aku pikir kondisi cuaca seperti itu,penerbangan kami akan dibatalkan, ternyata jalan terus. Selepas take off, cuaca semakin bagus, aku pun menyempatkan untuk memotret kelak-kelok sungai Kapuas dari atas.
Penerbangan lumayan lançar pagi itu, dan sekitar 15 menit berlalu pesawat mulai bergoncang-goncang hebat, tiba-tiba naik wussshh..... tiba-tiba turun.....weshhh..... kayak bermanuver menghindari awan. pagi itu suasana di Kabin pesawat sangat hening dan mencekam, jantungku pun berdegup kencang. Temanku yang seorang perempuan di sampingku menangis terus. Pikiranku semakin nggak karuan, manakala aku ingat pagi hari sebelum penerbangan aku ditelpon istriku, katanya semalam manggala sering terbangun dari tidurnya dan menanyakan "Bapak endi- Bapak endi?" (Bapak mana, Bapak mana?: bahasa Indonesia). Jangan-jangan penerbangan ini menjadi akhir hidupku, tapi aku yakin Hidup dan Mati seseorang hanya milik Allah, kalau belum saatnya ya tidak akan terjadi. Yang membuatku lebih yakin, tadi kulihat pilotnya sudah cukup senior, jadi pastinya dia sudah banyak mengalami cuaca seperti ini. Sang pramugari yang biasanya terlihat mondar-mandir di lorong pesawat pun tak nampak sama sekali, sampai-sampai snack yang harusnya dibagikan, tidak dibagikan sama sekali.
Akhirnya, setelah sekitar 10 menit bergumul dengan cuaca buruk, akhirnya kami segera landing di bandara Supadio Pontianak. "Cindy-cindy...tuh-tuh udah kelihatan kantor kita!", seruku kepada temanku sambil menunjuk kantor kami yang baru dekat bandara. Akhirnya dia mulai tenang dan lega.... Sama sepertiku, dia berpikir kalau dia sudah mendekati ajal.
Akhirnya kami mendarat di POntianak dengan selamat, meskipun penerbangannya berjalan lebih lama sekitar 45 menit. Itulah pengalam terburukku naik pesawat sampai saat ini, semoga tidak pernah mengalami hal seburuk itu atau yang lebih buruk.
No comments:
Post a Comment