Pages

Tuesday, February 21, 2017

Menyiasati Berangkat Ke Kantor Saat Hujan Pagi Hari

Hari ini 21 Februari 2017, bertepatan dengan aksi 212 yang hari ini gaungnya terkalahkan dengan berita banjir dan macet parah Jakarta saat jam berangkat kantor pagi tadi. Hujan deras yang melanda Jakarta dan sekitarnya sejak malam hari, hampir saja melumpuhkan ibukota. Banjir dimana-mana, di perumahan, jalan raya, underpass tak luput dari banjir. Untung saja, Jakarta masih terselamatkan karena hari ini tidak bertepatan dengan pasang air laut, coba kalau pasang, sudah dipastikan banjir akan merendam Bundaran HI seperti 4 tahun yang lalu.

Tadi pagi, begitu aku bangun pagi sekitar pukul 5 pagi, hujan deras sedang berlangsung. Sesekali diringi gelegar suara petir dan kelebatan cahaya kilat yang menyambar-nyambar. Tidak ada tanda-tanda hujan segera reda. Pagi tadi aku memutuskan berangkat lebih pagi. Sekitar jam 6.10 aku berangkat dari rumah dengan kondisi masih hujan dan masih gelap saat itu. Kugeber vespaku menerjang gelapnya pagi dan genangan air di sana-sini. Sengaja kucari jalan alternatif, karena kuprediksi salah satu ruas jalan yang biasa kulewati pasti banjir dan macet parah. Akhirnya aku sampai di kantor sekitar jam 6.45.

Sesampainya di kantor aku dapat berita dari kakakku mewanti-wanti agar tidak lewat jalan yang sudah kuprediksi banjir sebelumnya tadi, karena dia barusan terjebak macet parah di situ. Di kantor teman-teman juga bisa tentang banjir, banyak temanku yang terlambat ataupun hampir terlambat karena banjir. Adapula yang perumahannya terkena banjir, adapula yang anaknya tidak jadi masuk sekolah karena penjemputnya nggak bisa lewat terkena banjir. Apalagi di lini masa twitter didominasi tweet banjir, media online dan televisi juga mengabarkan banjir yang mengepung ibukota.

Beberapa temanku ada yang terjebak di gang-gang sempit yang pasti karena banyak mobil-mobil yang lewat gang itu, apalagi kalau berpapasan, pasti sulit sekali dan seringkali macet total di situ, susah bergerak. Aku sering heran dengan perilaku pengendara mobil di sini, mengapa mereka nggak kapok ya lewat gang-gang sempit, nggak sayang apa kalau cat mobilnya berpotensi tergores motor atau bersenggolan dengan mobil lain ketika berpapasan, nggak takut apa kalau ban mobilnya terperosok di got samping jalan dan membuat kemacetan parah. Entahlah.....

Nah, semenjak aku balik ke Jakarta sekitar 2 bulan ini, aku belajar banyak lagi tentang Jakarta setelah kutinggalkan 4 tahun lebih. Kalau pagi hari jam berangkat kantor hujan, berangkatlah minimal 30 menit lebih awal dari hari-hari biasa untuk jaga-jaga kalau ada macet akibat banjir ataupun genangan air dan tentunya kita akan lebih tenang di jalan karena mempunyai waktu lebih banyak, jadinya kita akan berkendara lebih safety tidak terburu-buru.

Mencari Rumah Murah di Tangerang Selatan

Akhir-akhir ini banyak temanku yang mau mencari rumah baru di sekitar Kampus STAN, Bintaro, Tangsel. Nah, karena aku termasuk yang 'senior' tinggal di Tangsel, beberapa temanku memintaku untuk menemani mereka mencari rumah di sekitaran rumahku yang notabene dekat dengan Kantor Baru Walikota Tangerang Selatan, kurang lebih sekitar 9 km dari kampus yang biasa kutempuh +- 20 menit naik sepeda motor.

Sebenarnya mereka pengen mencari rumah di daerah sekitaran kampus, tapi apa mau dikata, harganya sudah selangit. Di Bintaro Jaya sulit mencari rumah seharga 1 M, apalagi di bawahnya. Di belakang kampus, di kawasan Ceger, menurutku harga rumah juga hampir nggak masuk akal. Masak di daerah yang aksesnya 'terisolir' oleh perumahan Bintaro Jaya, dengan jalan-jalan sempit dan macet, ciri khas daerah sub urban Jadetabek dan banyak tanah cekung yang biasanya banjir saat hujan dengan intensitas tinggi, harganya sudah hampir Rp1 Milyar untuk rumah satu lantai ukuran standar dengan luas tanah sekitar 90 - 100 m2. Gilllaaaa....... Mending beli di daerah yang agak jauh dari kampus asal akses ke Tol dan Stasiun lebih gampang dan terbuka. Tapi tetep laris juga tuh.... preferensi orang beli rumah kan beda-beda, mungkin worth it banget buat orang yang kantornya di kompleks STAN atau sekitarnya, jadi nggak perlu takut bermacet-macet ria di jalanan yang bikin stres, berangkat kantor bisa mepet-mepet, bahkan bisa jalan kaki ke kantor dari rumah.

Beberapa temanku kuajak jalan-jalan di sekitar perumahanku, sayangnya di perumahanku sendiri sudah sold out, tapi ada beberapa rumah kosong yang ditawarkan dijual. Di dekat Kantor Walikota Selatan juga ada beberapa perumahan baru yang ditawarkan dengan harga aduhai sekarang ini. Rata-rata di atas Rp500 juta. Tapi ada satu perumahan baru berupa cluster yang rencanaya cuma ada 18 rumah mempunyai harga yang menurutku bersaing. 'Cuma' Rp700-an jt sudah dapat rumah dua lantai, dengan desain dan kualitas bangunan yang menurutku bagus. Tanahnya juga bukan tanah urugan, melainkan tanah kebun yang tentunya keras dan di daerah yang relatif tinggi dari sekitarnya, so nggak takut akan banjir. Letaknya di dekat Kantor Baru Walikota Tangerang Selatan, jadi masuk Ring Satu Kota tangsel. Airnya pun cukup jernih karena bukan bekas rawa. Dulu rumah yang kubeli tahun 2011 'hanya' seharga Rp385juta untuk rumah dengan tipe 39/135, sekarang nggak tahu lah entah sudah berapa harga rumah kecilku itu. Kalau baru beli sekarang pasti udah nggak kuat, hiks....

Sedikit Tips bagi pembaca yang mau mencari rumah baru di Jabodetabek perlu dipikirkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Tentunya harganya harus realistis, sesuaikan dengan penghasilan, jangan terlalu dipaksakan, masak harus makan nasi campur garam tiap hari demi punya rumah mentereng, hehe......
  2. Lokasi-lokasi dan lokasi, pilih lokasi yang strategis dalam artian mudah mengakses jalan tol dan stasiun KRL.
  3. Jalan akses masuk perlu dipertimbangkan yang bisa muat dua mobil berpapasan tidak sambil berhenti. Kita perlu berpikir ke depan, jangan berpikir saat ini hanya memiliki motor, jadi masih mentolerir jalan masuk yang sempit, pemikiran seperti itu akan memberikan penyesalan pada kemudian hari, karena biasanya seiring meningkatnya kesejahteraan kita biasanya kita pengen punya mobil.
  4. Tidak bekas tanah rawa ataupun empang, atau daerah yang cekung (berbentuk mangkok), coba cek di google earth untuk lihat altitude daerahnya dan lihat apakah lebih rendah dari daerah sekitarnya.
  5. Pilih pengembang yang bonafit. Banyak kasus pengembang yang lepas tangan dan berlarut-larut sampai beberapa tahun dalam membangun rumah. Lihat track record-nya ataupun portofolio proyeknya.
  6. Coba dicek ke instansi terkait atau masyarakat sekitar, jangan sampai rumah yang Anda beli masuk dalam peta rencana penggusuran untuk proyek tol, bisa repot.... Tapi nggak papa sih kalau mau dapet ganti untung, kali aja malah ganti untungnya berkali-kali lipat dari harga rumahnya, hehe.....
  7. Perlu dipertimbangkan apakah kita suka dengan perumahan cluster kecil atau cluster besar, analisis plus minusnya.
  8. Dekat tidaknya dengan fasilitas-fasilitas umum seperti halnya pasar, SPBU, ATM, Sekolahan, dll.
  9. Jangan buru-buru salam memutuskan membeli rumah, karena nggak seperti beli kacang goreng. Kalau berjodoh nggak kemana tuh rumah....
Selamat berjuang mencari rumah idaman.....